Kirana Maharani; 2


Kepada
Kirana Maharani
di
saujana

بسم الله الرحمن الرحيم

"Orang seperti kita tak punya apa-apa kecuali semangat dan mimpi-mimpi. Dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu !!"
-andrea hirata-

***

Maaf dengan alasan pribadi, saya lebih menyukai untuk menyapamu dengan nama ini [Kirana Maharani]. Kendati saya telah mengenal nama aslimu.

Maaf, baru sekarang saya bisa membalas surat yang Rani sampaikan. Semoga keterlambatan ini tidak menjadi alasan untuk tidak mengirimkan surat lagi dan berkenan untuk membacanya...

"Orang seperti kita tak punya apa-apa kecuali semangat dan mimpi-mimpi. Dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu !!". Mungkin kata-kata yang ditulis Andrea Hirata dalam novelnya Sang Pemimpi itu sangat tepat untuk saya mengidentifikasikan diri di dalamnya.

Sebab, apa lagi Ran? yang saya miliki selain mimpi dan semangat. Sekali semangat itu patah maka patah pula kelepak sayap-sayap idealisme, runtuhlah seluruh bangunan mimpi yang telah ku rintis sejak awal. Sekali semangat itu pudar maka segala mimpi-mimpi akan ikutan buyar.

Kalau Chairil hidup dalam unggunan timbun dan sajak, maka bisa dikatakan saya hidup dalam lingkupan kepulan asap mimpi-mimpi yang dengan harap-harap cemas mewujudkan mimpi-mimpi itu.

Sekarang kondisi saya berada dalam kepayahan Ran. Benturan idealitas dan realitas tak bisa dibendung lagi. Entah sampai kapan saya bisa bertahan dalam hidup yang seperti ini. Pernahkah rani berpikir tentan masa depan? Saya sering, dan tahu apa yang terjadi setiap pikiran saya terbang ke arah sana selalu dan selalu saya mendapatkan jalan yang buntu.

Kadang masa depan bagi saya selayak surga eden yang akan menyajikan berbagai macam keindahan, tetapi sering pula menyuguhkan teh pahit yang mesti kureguk berkali-kali. Begitukah kalau manusia mempertanyakan yang belum pasti, mengkirakan hal yang abstrak dengan pretensi pribadinya.

Ran, hampir sejak lama saya menyudahi permasalahan keTuhanan, dari pikiran liberal sampai konservatif semuanya telah saya coba untuk mempertanyakan keberadaaNya, dari klasik hingga modern telah kujaja untuk mencicipiNya. Namun apa yang kudapat. mozaik pertanyaan itu menyuguhkan hal lain di hadapan saya, saya diketemukan dengan wacana baru, permenungan yang membalikkan semuanya.

Dari Tuhan saya berpindah seratus persen ke permasalahan kemanusiaan. Dari keTuhanan pindah kebuTuhan. Saya tidak mempertanyakan perihal pelik tentang Tuhan, bagi saya semuanya sudah basi. Saya mempertanyakan bagaimana caranya menjadi manusia, bagaimana menghargai orang lain, bagaimana membuat hidup saya berarti bagi orang lain, bagaimana dan bagaimana hingga pada akhirnya saya bertanya bagaimana caranya untuk mempertahankan hidup?

Dan pertanyaan terakhirlah yang terus menggelayuti pikiran saya. Ya … bagaimana caranya bertahan hidup, survival the fittest! Darwin bilang. Pengandaiannya begini saja Ran, apa yang akan kamu kerjakan jika ditakdirkan keluarga kamu meninggal, atau apa yang kamu lakukan kalau orang tua tidak lagi membiayai kehidupan kamu. Bagi seorang perempuan mungkin gampang, tinggal nikah dengan orang kaya dan selamatlah hidup. Tetapi bagi saya seorang lelaki, yang katanya harus menjadi imam. Imam? Hah! Bullshit..

Zaman sekarang mana ada perempuan yang mau sama orang yang kere, bermodalkan mimpi dan gundukan puisi. Emang sajak bisa membuat kenyang perut. Saya katakan bisa! Kalau saya kirimkan ke koran, ya tetapi untuk semua itu 'kan perlu dana juga. Internet, disket, rental dan tetek bengek lainnya. Dan itu juga kalau diterima, kalau tidak? Terpaksa shaum daud mesti digalakkan! Kita berdoa saja semoga persediaan lemak masih banyak untuk menambal hari hari kosong selnjutnya. Semoga!

Contoh kasus, saya. Ada sayembara cerpen di koran Republika, sampai sekarang belum juga mengirimkan. Ya pikir-pikir dululah. Daripada dana nya digunakan untuk hal yang tidak pasti mendingan buat ongkos kuliah, buat makan, buat keperluan yang lain.

Memang Ran, hidup itu penuh dengan pertarungan! Sampai titik ini saya bisa berkesimpulan kalau mau jadi orang pintar mendingan kaya, kalau miskin mah mendingan jadi manusia biasa saja! Benar kata Eko Prasetyo Orang Miskin Dilarang Sekolah. Untuk saat sekarang saya berani berkata orang miskin dilarang hidup!

Fatalis ya? Sangat! Maka disinilah saya kembali membincangkan Tuhan. Karena kita membutuhkan sesuatu yang ada di luar kita untuk membantu kita untuk bertahan hidup. Kalau orang komunis bilang begini "Tuhan meski saya tidak percaya Kamu…tapi untuk saat ini please tolong saya"

Kita orang modern. Orang yang terpecah belah kepribadiannya. Percayalah Ran, tiada yang lebih baik selain hidupmu, karena kalau kita terus memikirkan hidup orang lain, Kapan kita mensyukuri apa yang telah kita dapat.

Ah … Ran, kadangkala saya bosan dengan dunia ini. Tak adakah dunia lain yang telah Tuhan ciptakan selain dunia ini yang bisa saya tempati. Dimana tidak ada rasa lapar, tidak ada rasa curiga, tidak ada kepalsuan, kemunafikan, kecurigaan pendeknya tidak ada hal yang berbau manusiawi. Jawabannya ada! Mati!

Tetapi itu bukan penyelesaiannya 'bukan? Apakah mati menyelesaikan masalah. Masalah dunia beres, tetapi saya ini muslim yang masih meyakini ada dunia setelah mati maka mau tidak mau harus bergempur edan-edanan dengan kehidupan sekarang ini. Tetapi … saya sudah lelah. Saya ingin gantung raket!

Begitulah manusia modern, Ran. Kata Muslim Abdurrahman, manusia yang mengalami keterbelahan jiwa, split personality. Ah Ran, apa yang harus kita lakukan terhadap dunia ini? Tak ada jalan lain kecuali berjuang habis-habisan!

Maaf… mengeluh. Tetapi memang kenyataanya demikian, kerja saya masih belum seberapa. Saya merasa sudah lari habis-habisan eh tenyata orang lain telah sampai duluan dan memulai pekerjaan baru, karya baru. Sementara yang saya kerjakan masih setitik upil!
Sekali lagi maaf … tak ada hal lain yang saya bisa kabarkan selain hujatan serampangan ini semoga bisa memberikan pencerahan setidaknya bagi saya sendiri.

Kiranya lain kesempatan saya akan menulis hal yang lebih terarah. Terimakasih dan maaf.

"Apa yang akan kita kerjakan di dunia ini selain menunggu mati.
Lantas, apa yang akan kita lakukan sementara dalam menunggu mati itu?
Jangan bilang tak ada!"

Bandung, 12 September 2006
Wassalam

0 komentar:

Posting Komentar