Teruntuk Kirana Maharani
di
Saujana
Assâlamu'alaikum,
Tanpa basa basi,
Saya akan terus menyebut namamu KIRANA MAHARANI, sebelum kamu sendiri yang memberitahu namamu siapa. Saya kurang sependapat dengan pujangga Inggris, William Shakespeare, yang mengatakan apalah arti sebuah nama. Namun bagi saya pribadi, nama kadangkala sangatlah berarti.
Seperti aku memberi namamu Kirana Maharani. Itu melewati 'proses misterius'. Tapi kalaupun Kirana keberatan memberi tahu nama yang sebenarnya, itu tidak menjadi ganjalan bagi saya untuk sharing, diskusi dan tukar pikiran-gagasan, saling berbagi, berdialektika tentang kehidupan yang kualami dan yang kau alami. Untuk alasan itu, tentunya Kirana tak berkeberatan bukan?
Adalah Martin Heidegger dan Hannah Arendt, adalah Santo Agustinus dan Victoria (dalam Vita Brevis) adalah Khalil Gibran dan May Ziada, adalah Umberto Eco dan Kardinal Martini, adalah Chairil Anwar dan Hb Jassin….dan masih banyak lagi yang lain yang tidak terekam oleh rangkuman sejarah.

Mereka yang telah saya sebutkan di atas, melakukan tukar pikiran-gagasan melalui surat, dan sebenarnya saya ingin melanjutkan tradisi mereka untuk saling 'berdialektika tentang kehidupan' (ini bahasa saya) dengan anda, dengan kamu dengan perempuan yang saya sebut Kirana Maharani. Dan keinginan saya ini tulus tanpa disertai dengan pretensi apapun, kalaupun Kirana berkeberatan memberi tahu nama asli … silahkan… karena itu tak menjadi soal bagi saya. Saya pula tak akan mendesak untuk bertemu dengan Kirana karena sekali lagi itu tak menjadi soal. Yang saya minta bolehlah kita berdiskusi lewat tulisan …
Maaf, dengan beribu maaf… frankly, (saya mulai mengeluh nih…) Kirana saya ini mahasiswa melarat, yang tidak bisa mengisi pulsa sesering mahasiswa pada umumnya. Bahkan bisa dikatakan, saya kuliah hanya dengan modal tekad-nekad, jadi kalau Kirana sharing pake sms… wah sama saja dengan mencekik leher saya dengan pelan-pelan (nggak apa-apa kalau satu dua kali tapi kalau keseringan… saya bukan kaum borjuis, Kiran!). Saya isi pulsa kalau memang honor tulisan saya dibayar kalau nggak?
Terakhir terimakasih atas perhatiannya, tulisan ini lebih berbentuk sebuah keluhan dari seorang manusia yang terus gelisah kepada manusia lainnya lagi tentang sekelumit perihnya kehidupan… mungkin kita bisa sambung lagi nanti…
Saya lampirkan puisi saya yang sempat membuat jengah para "intelegensia" di kalangan saya di pesantren luhur dan saya pinjamkan buku tentang Umberto Eco dengan Kardinal Martini yang saya sebutkan di atas. Terimakasih Kiran, bertemu lagi di lain kesempatan.
Segala erang dan jeritan kita pendam dalam keseharian.
21 juni 2006
Wassalam.

0 komentar:
Posting Komentar