Orang Waras dalam Kereta Api (Bag 2)

Jika Anda mengulangi kebohongan cukup sering, itu menjadi kebenaran. "If you repeat a lie often enough, it becomes the truth."
               
Marketing? Saya belum pernah mendengarnya. Yang saya tahu ungkapan itu muncul dari kalangan Nazi, Hitler. Oh ya? Mungkin saja. Terdengar menyedihkan memang kalau saya belum pernah mendengarnya, padahal pekerjaan di bidang itu. Akhirnya anda bertanya juga. Kenapa? Anda sepertinya terkejut. Apa penampilan saya tidak mendukung untuk pekerjaan itu?

Tidak hanya anda. Pernah suatu ketika pulang, saya naik bis, kebetulan saya duduk di bangku depan, persis dekat pintu keluar, semenjak saya duduk sopir itu terus bicara hal yang tidak saya mengerti sama sekali. Setelah beberapa menit saya tidak menyahut, baru sopir itu bilang, "kirain montir."

Buset! Segitunya! Pikir saya. Tapi, saya tak ambil pusing. Apalah artinya penampilan zaman sekarang, penampilan rapi tapi perilaku seperti babi. Lebih baik penampilan berantakan, tapi perilaku patut dibanggakan. Sekarang kita tengah hidup didunia yang tidak bisa dimengerti sama sekali.

Sebentar, anda mau kopi? Serius. Lihat kebetulan petugas nya sedang menuju kesini. Kopi dua bang. Sudahlah saya yang bayar. Nasi goreng? Anda? Tidak bang. Mie? Tidak. Itu saja. Mie rebus? Tadi kan abang sudah nawarin mie. Oh beda, yang tadi di goreng. Pop Mie? Apa bedanya dengan mie rebus bang? Oh ya ya bang ...  tadi itu pertanyaan sinis yang sebetulnya tidak perlu abang jawab. 

Hahahaha. Lihat kan? Abang jadinya ketawa. Kalau pulsa, ada bang? Gak ada ya? Seharusnya abang jualan pulsa, ya mana tahu... penumpang kehabisan pulsa, kan bisnis lumayan tuh bang. Kalau sendal rematik? Gak ada juga ya? Nah seharusnya abang jualan juga kaya gituan, jangan Cuma makanan doang, coba abang hitung dari satu gerbong ini ada berapa orang yang pesan?  Sedikit bukan? Kenapa coba? Karena produk yang abang jual kurang menarik. Selain itu karena mereka bawa bekal sendiri. Ya banyak alasan kenapa mereka bawa bekal sendiri, di sini kan tidak diterapkan aturan bahwa penumpang dilarang bawa makanan dan minuman dari luar. Saya yakin kalau peraturan itu di terapkan. Bukan bang! Bukan jualan abang jadi laku, saya jamin gak bakalan ada penumpang yang mau naik! Kalaupun naik, itu karena terpaksa. Kereta macam apaan yang menerapkan aturan semacam itu. Oke deh bang, nanti kalau kita perlu yang lain, kita panggil abang. 

Kenapa anda ketawa? Tentu saja saya serius terhadap semua yang saya ucapkan. Ya sebagian lagi tidak. Hahahaha. Saya hanya senang saja mempermainkan orang, bukan itu maksud saya. Bukan mempermainkan, istilahnya terlalu ekstrim, kesannya saya sangat superior. Apa, Superior? Masa anda tidak tahu? Itu kawannya Superman. Ha ha ha.

Anda pernah makan di restoran cepat saji? Iya itu, Kak Epci, Mbok Di dan seterusnya. Saya punya pengalaman menarik makan di sana, sebentar saya jadi ingat teman saya, Om Maman, dia orang yang pertama kali dalam hidup mengajak saya makan di restoran cepat saji itu, cerita nya kami beli printer, hadiahnya adalah kupon potongan 10 ribu ketika belanja di warung Kak Epci, sayang daripada tidak digunakan maka, meluncurlah kita ke Warung itu. Eh ternyata, sisa yang harus di bayar lebih banyak ketimbang potongannya. Trik promosi, biar kita belanja kesana.

Nanti saya ceritakan tentang Om Maman, tapi sebelum itu, sebelum saya lupa, saya lanjutkan pengalaman apa saja yang terjadi di warung Kak Epci.

Jadi begini, bila anda pesan, kasirnya itu bakal ngomong dalam kecepatan cahaya, kali pertama, karena saya malu dikira bego, terlebih antrian di belakang sudah panjang, sementara kasir tidak mau mengulangi lagi perkataannya. Batin saya tertekan. Saya bilang iya, iya saja.

Setelah kasir itu menghitung, di luar dugaan, uang yang harus saya bayar mahal. Tapi saya gak bisa bilang apa-apa. Karena tadi saya sudah bilang, iya iya. Paling nanti kalau saya komplen, kasir itu pasti bilang, “kan abang tadi bilang iya” dan seterusnya, tentu saja dia akan mempermalukan saya di depan umum. Di sepanjang perjalanan dari kasir ke tempat makan, saya merutuk, “tadi saya beli apa saja? Kok bisa kebobolan begini?”

Lain kesempatan, saya datang lagi, di warung Kak Epci yang berbeda, tapi kali ini saya dengan sadar membiarkan diri saya terperangkap. Dan voilà!

Setahu saya itu ungkapan Prancis. Bukan! Saya belum pernah ke Prancis. Emangnya saya harus ke Prancis dulu, buat mengetahui ungkapan itu?  Seperti Oops-a-daisy! Atau Eureka! Yang terakhir pasti anda tahu. Serius? Tidak tahu? Itu seruan terkenal yang diucapkan Archimedes. Ketika ia masuk kedalam bak mandi dan menyadari bahwa permukaan air naik, sehingga ia menemukan bahwa berat air yang tumpah sama dengan gaya yang diterima tubuhnya.

Siapa yang bilang Archimedes? Saya? Kapan. Saya tidak ingat bilang itu. Oh ya…. Sudahlah, saya lagi males ngobrolin dia, lagian Medes belum pernah traktir saya makan di warung Kak Epci. Hahahaha…

Nah. Sampai dimana kita. Oh ya… akhirnya saya tahu tuan. Bahwa kecepatan bicara itu memang sudah dilatih dan disengaja, bahkan kasir itu sudah hapal di luar kepala. Apa tujuannya? Tentu saja selain menjatuhkan harga diri orang-orang macam saya, itu juga membuat saya kebobolan. Setelah itu, saya jadi tahu bagaimana menghadapi orang-orang semacam itu. Di tempat lain, masih di warung Kak Epci, cabangnya Kak Epci ini ada di mana-mana.

Pas kasir itu mengeluarkan jurusnya, saya jawab dengan pelan, “Maaf kak? Maksudnya gimana?” tanggung malu, saya jadi pura-pura bego. Saya jadi tak peduli dengan antrian di belakang, pada kalimat kedua, kasir itu mulai bicara pelan-pelan, kali ini tidak kaya robot, tapi mulai muncul aksentuasinya.

Itulah cara membuat mereka jadi manusia kembali. Bisa anda bayangkan, mereka berdiri disana, menghadapi orang-orang yang lapar, itu sangat membosankan, bahkan mungkin saja, di belakang kasir itu ada supervisor yang mengawasi, dan menghitung berapa menit kecepatan kasir tersebut dalam melayani. Mereka sudah bukan lagi jadi manusia, tapi sekrup yang bilamana sudah aus, pasti secepatnya di ganti.[]


0 komentar:

Posting Komentar