Bagaimana Aku Ingin Menghabiskan Masa Tua

Kita tidak bisa merencanakan bagaimana kita menghabiskan masa kecil atauh bakhan  masa muda, karena ketika masih kecil mutlak kehidupan kita diatur oleh orang tua kita, setidak-tidaknya sampai membereskan SD, menginjak SMP, atau SMA, kita mulai sedikit bisa mengatur kehidupan kita, walau prosentase nya masih kecil, orang dewasa, orang tua tetap memegang kendali bagaimana kita menjalani kehidupan.

Selepas SMA, orang tua mulai melepas kita, untuk menentukan pilihan, entah itu dalam bentuk memberikan keleluasaan untuk mengambil jurusan kuliah, kuliah atau tidak, atau bahkan melepaskan untuk segera menikah. Tiap orang berbeda-beda, tergantung latar belakang sejarah keluarganya. Bila orang tua, biasanya ayah, seseorang yang bekerja di militer cenderung akan mengarahkan anaknya untuk menjadi militer juga sekalipun mungkin nanti bisa jadi anaknya menyebrang, menjadi koki misalnya. Tidak ada yang tidak mungkin, asal ada sebab, semua bisa terjadi.

Dan bisa terjadi, ada anak di seusia SD anak sudah menentukan kehidupannya sendiri, anak yang sudah ditinggalkan orang tuanya semenjak kecil, tidak di asuh oleh orang lain, atau di pelihara sama negara, maka jalanan menjadi tempat berlabuhnya.



Poinnya, kita tidak bisa merencanakan bagaimana akan menghabiskan masa kecil, masa muda, masa-masa itu adalah masa menceritakan, bagaimana kita menghabiskan masa muda? Karena kita menghabiskan waktu tersebut cenderung dengan "tidak sadar", bila kita pandang sekarang, salah satu buktinya, kita hanya bisa mengenang, dan mungkin saja ada beberapa yang kita sesali, tapi apa boleh buat? Semua sudah terjadi, dan kita tidak bisa merubah yang sudah terlewat. Kita disini juga berkat kekeliruan-kekeliruan dan kesuksesan-kesuksesan masa silam kemarin, bila tidak begitu, tentu saja kita yang disini sekarang bisa berbeda, maka sudah tepat rasanya kalau kita sebut masa yang terlewat dengan takdir.

Tapi, tidak dengan masa tua. Masa tua masih bisa kita rencanakan, karena masa itu belum terjadi, tapi pasti bakal terjadi, tentu saja semua orang akan menua, sedangkan orang tua, mereka tidak akan tua, tapi "bertambah" tua, ya tentu saja bila anda tidak meninggal sebelum masa tua, tapi baiklah kita jangan bicarakan itu, karena itu seperti bilang, buat apa makan? Tokh nanti juga bakal lapar lagi? Tapi anda tetap makan bukan? Yaa kurang lebih seperti itu.

Nah, bagaimana aku ingin menghabiskan masa tua?

Kaya raya dan masuk surga. Begitu? Rasanya tidak mungkin dengan keadaan anda yang sekarang, dengan waktu yang tersisa dan kemungkinan yang ada, anda bakal kaya. Tapi sebentar, itu masih mungkin, tergantung seberapa ingin kaya anda? Kedua, masuk surga, anda harus meninggal terlebih dahulu, adapun keputusan masuk surga atau masuk neraka anda, itu bukan urusan, kita tidak bisa menentukan. Siapa pemilik surga?

Begini yang tergambar olehku sekarang ini, di saat tua nanti, tentu saja saya masih ingin memiliki aktivitas, menjadi tua itu alami, tapi bukan berarti menjadi tidak berguna, saya masih ingin berguna sampai tua nanti, minimal pemenuhan eksistensi dan tentu saja, saya sudah harus menyiapkan bekal akhirat. Harus lebih banyak beribadah, ya.. bukan berarti masa sekarang ibadahnya sedikit, tapi beban duniawi, masih banyak di pundak saya, jadi ketikamtua nanti, harusnya saya sudah kaya, minimal cukup. Anak sudah bisa berdiri sendiri, mereka sudah tidak bergantung lagi pada kita, begitu pula, kita jangan terlalu bergantung pada mereka.

Mereka memiliki keluarga yang harus dinafkahi, perlu perhatian mereka, sungguh sangat malang, bila saat tua nanti, saya masih mengharapkan perhatian berlebih dari mereka, dan sungguh tidak adil bila saya menuntut perhatian itu, dengan menyebutkan bahwa dulu kecil begitu besar perhatian mereka pada kita. Itu argumentasi yang tidak pada tempatnya. Anak kita, sudah menjadi orang tua bagi anak-anaknya, dan tugas kita, membesarkan mereka sudah selesai. Sebagai orang tua, kita harus sadar kapan waktunya, kehidupan mengambil anak-anak kita, yang sedari kecil kita pelihara.

Karena anak bukan tanaman, mereka punya punya pikiran, punya keinginan, harapan, dan menjalani hidup, dan terkadang, kehidupan kita dengan anak, sudah jauh berbeda, zaman berbicara demikian.

Secara finansial, di umur 50, seharusnya saya sudah mapan. Sehingga, ketika menyongsong umur 60, semuanya mendekati akhir. Berarti bila, kita ingin gagal dalam usaha, dalam bisnis, sekaranglah waktunya, bukan nanti.

Selain itu, saya harus tetap menjaga pikiran tetap waras dengan membaca. Saya tidak boleh meninggalkan kebiasaan membaca dan menulis, karena semakin tua, biasanya pikiran kita semakin tajam dan harusnya bijaksana tentunya. Perkembangan otak, berbeda dengan tubuh, itu yang saya duga, otak kita harua terus kita asah, karena semakin tua, ancaman pikun semakin mendekat.

Mungkin ketika nanti, semuanya bisa saya tuliskan, minimal anak saya membaca pikiran saya ini, ketika saya sudah tiada. Saya pikir tulisan ini akan jadi saksi.

0 komentar:

Posting Komentar