Why we just pray for palestine only?



Saya kurang begitu memperhatikan perkembangan berita di televisi. Atau kalaupun nonton tivi, hanya film-film saja yang saya tonton, selebihnya saya abaikan. Tapi ketika semua contact merubah gambarnya jadi bendera Palestina, dan membuat status Save gaza, Free Palestine dan sebagainya. Saya jadi penasaran.

Kok kenapa jadi rame lagi ini Palestina? Apa yang terjadi lagi? Bukankah sudah sejak dari zaman saya sekolah di pesantren sampai terakhir saya ikutan demo boikot produk Yahudi, bahwa Palestina statusnya masih di jajah sama Israel. Gak kurang-gak lebih. Rasanya gak ada berita infotainment yang menghibur dari arah sana.

Gaza bukanlah Paris tempatnya pelbagai macam terobosan fashion bermuara. Bukan indonesia, bukan ciamis, bukan juga Garut. Gaza adalah Gaza, saya tidak tahu apa saja yang terjadi di jalur gaza itu. Hanya saja tak ada berita lain yang muncul dari arah sana selain penderitaan dan penderitaan. Dan mungkin, bila salah satu dari rakyat palestine bisa menulis dan mentuturkan kehidupan mereka disana, semua tayangan televisi yang seolah-olah membuat haru, akan bertekuk lutut.

Lantas ada berita baru apa lagi? Pertanyaan ini sedikit ironis, memang, karena sudah lama saya gak denger kabar tentang Palestina lagi, dan muncul lagi sekarang, seperti bencana alam internasional yang tiap tahun bakal terus muncul. Dan ternyata, Israel kembali menyerang, gaza meradang. Seluruh dunia gempar tak terkecuali sampai ke Indonesia. Bermunculan kembali no rekening- no rekening donasi untuk mendukung Gaza.


Sampai disini cukup ironinya, tidak usah saya teruskan.

Sampai saat saya jum’atan tadi, saya mendengar khotbah yang isinya adalah lagi-lagi terkait tentang Gaza dan Israel. Saya berpikir, momen itu masih hangat. Dan entah kenapa lamunan saya berpulang pada beberapa tahun kebelakang.

Saya masih disana, ketika itu saya seorang bocah usia belasan tahun yang berada di pesantren, di ajak oleh senior untuk demo tentang palestina, judulnya adalah pemboikotan produk-produk Yahudi. Saya tak pikir panjang, langsung ikut saja. Tanpa alasan yang jelas. Hanya karena teman-teman ikutan demo, bahkan pesantren sengaja meliburkan satu hari hanya untuk acara demo tersebut, otak kecil saya cukup meyakini bahwa ini adalah alasan yang sangat penting, sehingga sekolahpun mesti libur. Semenjak itulah saya jadi akrab dengan bendera palestina itu. Saya berdiri paling depan, meneriakkan dengan lantang suara takbir dan dukungan kepada bangsa tersebut. 

Dan hari ini, saya sudah besar, sudah dewasa, sudah menikah, tapi nasib bangsa palestina tidak ikut dewasa dan berubah, masih seperti itu, seperti belasan tahun silam. Saya ingat ucapan Tolstoy, atau mungkin Rumi, kira-kira begini “dulu saya sedemikian cerdas, saya akan merubah dunia, tapi sekarang saya bijak, saya hanya ingin mengubah diri saya sendiri.”

Ya, dulu kurang lebih saya seperti itu, tapi sekarang, ketika saya duduk mengikuti sholat jum’at  dan lagi lagi di perdengarkan oleh khatib tentang peristiwa palestina. Saya jadi sadar. Ini bukan kasus melulu, tapi ini kasus penting. Sangat penting. Saking pentingnya, perusahaan dimana saya bekerja sekarang, memiliki instens yang sangat pada permasalahan ini.

Lantas dimana letak kepentingannya? Kenapa palestina begitu penting? Secara keturunan, jauh sekali kalau mau menghubungkan saya dengan mereka yang ada di palestina, lain uwa, lain amang, lain sasaha, saya dilahirkan di garut. Sedangkan mereka di palestina. Mereka tidak mengenal saya, begitu juga dengan saya.

What the point?

Well inilah alasan yang paling logis,  yang saya temui ketika menyelusuri sisa-sisa pikiran waras saya tentang Palestina (tentu saja pikiran ini jauh berbeda ketika saya membela bangsa tersebut di jalan, hanya karena senang sekolah libur).

Terimakasih kepada khatib tadi yang sangat menginspirasi saya, ucapannya sungguh legendaris, fenomenal kalau tidak salah, begini ia berbicara, “wahai kaum muslimin, rakyat palestina sedang di gempur....” selebihnya ia menceritakan tentang keadaan disana. Apa yang disampaikan oleh khatib sungguh sangat kering, sama sekali tidak berhasil membuat saya terharu. Tapi cukup berhasil membuat saya ngantuk. Hehe.
Ada satu poin yang terus kepikiran, selepas khutbah itu, poin itu adalah; ada sebuah kondisi dimana seorang manusia—saya, anda, mereka, dia atau siapa saja yang merasa manusia—secara real dan mau tidak mau mesti melepaskan kesombongannya dihadapan semesta dan bilang, “lord i need you”. 

Ya. Pasti ada satu momen dalam hidup kesombongan kita sebagai manusia dimana kita membutuhkan bantuan “sesuatu yang diluar sana”. Satu kekuatan yang diyakini bisa menolong dan lebih kuat dari hal apapun yang sedang menghantam kita saat ini. Tidak terkecuali, semua manusia. Tidak ada atribut itu orang kaya, miskin, tampan, jelek, baik itu orang Ciamis, Rengasdengklok, Depok, Tasik, Garut, Bandung, Bogota, Roma, Italia, Afrika. Semuanya, secara manusiawi akan menggantungkan harapannya kepada sesuatu yang lebih dari apa yang ada di dunia ini, ketika dia dera cobaan, masalah yang tak kunjung selesai; Yang kita sebut sebagai Tuhan.

Dan begitu pula yang terjadi pada rakyat palestina, yang berada di jalur gaza itu (eh bener gak sih, mohon koreksi yaa wawasan geografi saya kurang begitu bagus, karena terkadang saya pikir Garut juga bagian dari Eropa Tenggara).

Ya, sekali lagi, begitu pula yang terjadi pada rakyat palestina. Sudah bukan rahasia umum, kalau hitung-hitungan kekuatan baik itu secara militer dan perlengkapan lainnya, Israel sudah barang tentu unggul dibidang manapun (saya klaim saja seperti itu, untuk data dan fakta silahkan anda temukan sendiri, dan setelah didapatkan ternyata Palestina unggul, silahkan komplain ke saya buat revisi tulisan ini, he).

Dan palestina tersudutkan, sekali lagi saya yakin seyakin-yakinnya (pada titik ini saya udah mirip paranormal, hehe maaf) tidak ada yang bisa mereka andalkan kecuali meminta tolong kepada yang Maha Kuasa. Tuhannya. Dan secara kebetulan, mereka beragama islam, di dalam agama Islam, istilah Tuhan disebut Allah.
Dan bukan kebetulan lagi, saya juga beragama Islam, itu yang membuat saya akhirnya kembali terpengkur, mengingat siapa yang menciptakan saya ini? Saya malah tidak ingat palestina, tapi saya ingat dosa-dosa saya, apa yang telah saya lakukan selama tahun-tahun ke belakang ini? Berapa banyak sholat yang saya lakukan hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban....

Kembali ke topik.

Terlepas dari aspek sejarah, politik dan lain sebagainya. Terlepas dari itu semua, manusia akan meminta bantuan Tuhannya bila memang sudah tidak ada bantuan lagi yang bisa diandalkan. (tentunya setelah meraung-raung apdet status dan lain sebagainya, hehe. Itu kan kebiasaan kita sekarang?).

Termasuk juga orang-orang Israel. Kita jangan melupakan bahwa israel itu adalah sebuah bangsa, sebuah negara, yang didalamnya ada penduduk, ada sekolah, ada mereka yang sedang memasak, sedang bercocok tanam, sepertihalnya kita di Indonesia, mereka juga mungkin diajari tentang kebaikan, tentang akal budi pekerti. Menghirup udara yang sama seperti halnya orang Palestina hirup. 

Terlepas ada perbedaan diantara keduanya, israel dan Palestina. Selebihnya sama. Di israel cuma ada dua jenis kelamin, perempuan dan laki-laki, (tapi kan ada banci, waria, gay? Ya itu Cuma sebutan sosial saja, secara fisik ada dua jenis kelamin yang diyakini dan kita sebut perempuan untuk yang “itu”, laki-laki buat yang “ini”).

Ketika malam pasti gelap kalau tidak ada lampu. Orang-orang israel juga, hidungnya gak jauh berbeda dengan orang palestina, maksudnya berlubang, pantatnya juga berbelah, kalau tidak? Dari mana mereka mengeluarkan kotoran? Penduduk di israel juga manusia seperti di palestina, bukan alien, yang tidak memiliki jantung, otak, akal dan pikiran. Sekalipun saya belum pernah kesana, ke palestina juga belum. Tapi saya yakin, orang-orang israel juga sering kentut, bersin, bercinta, dan kalau di pukul, pasti sakit. Kalau jatuh, juga pasti sakit. Mereka bukan keturunan dewa, yang kebal akan apapun.

sumber gambar klik disini
Bangsa Israel manusia, bangsa Palestina juga, mereka sama-sama diajari tentang kebaikan dari sekolah, ketika mereka kecil (secara aklamasi tidak ada orang tua yang sedari kecil mengajarkan kejahatan kan? “ayooo nak, kita belajar membunuh sekarang” serem sekali kalau ada orang tua yang seperti itu? Kecuali mungkin binatang, maksudnya harimau, singa, macan, tapi orang tua di israel dan palestina bukan binatang kan? Mereka masih mirip dengan kita yang ada di indonesia sini). Terus kenapa bisa? Bangsa Israel menyerang rakyat Palestina, melemparkan roket. Merusak apartemen, dan kerusakan lainnya? Kalaulah mereka sedari kecil sama-sama diajari tentang yang baik-baik.

Nah itulah, Pelajaran selanjutnya yang bisa saya ambil dari kasus besar israel dan palestina ini adalah, saya kembali di sadarkan bahwa, manusia sanggup dan bisa membunuh sesamanya bahkan istilah ‘lebih buas dari binatang’ bukan isapan jempol semata di zaman sekarang ini. Bukan saja mengenai Israel dan Palestina, bukankah kita pernah mendapat berita bahwa ada ibu bisa membunuh anaknya sendiri (aborsi), suami meringkus istrinya (sudah gak ingat lagi bagaimana dulu ia nikah) dan lain sebagainya.

Sepertinya, pengajaran tentang baik dan buruk ketika manusia kecil, tidak selamanya berhasil. Atau mungkin saja ada distorsi/kekacauan pelajaran baik dan buruk ketika mereka kecil. (pernah dengar foto maria ozawa jadi sampul buku LKS sekolah?). Karena kita orang dewasa dan sangat super sibuk dengan aktivitasnya, kadang kita lalai terhadap apa saja yang diajarkan sekolah kepada anak kita. Cukup sampai disana, poinnya.

Sehingga, ketika dewasa nanti ada saja orang berniat “baik” dengan melakukan kejahatan hanya untuk memberikan pelajaran kepada yang lainnya, bahwa manusia itu tidak selamanya baik. Kendati  begitu, tidak semua orang berperilaku sedemikian jahatnya. Masih ada orang-orang yang berpikiran waras dan berperasaan tulus berkeliaran di luar sana. (Cukup saya saja contohnya orang yang berpikiran waras, dan kalian yang kelak membaca tulisan ini, he)

Dari kejadian Internasional ini, saya mendapatkan dua pelajaran penting bagi perbaikan saya pribadi, bahwa, sepertinya sudah saatnya kita lebih banyak memperhatikan Pencipta kita, daripada kita menunggu “situasi kepepet”, situasi darurat, genting sehingga kita dipaksa untuk mengingatNya. Rasanya lebih baik seperti itu, ketimbang kita nunggu musibah dulu, baru berdoa.

Dan pada akhirnya, why we pray for gaza or palestine? Karena mereka dianiaya, kehidupan mereka berantakan, mereka tidak nyaman menjalani kehidupan mereka, terlepas dari alasan yang dilakukan oleh pihak kedua (israel) melakukannya, yang jelas. Hal itu sangat tidak manusiawi.
Kedua, kita juga harus mendoakan israel, agar mereka sadar sesadar-sadarnya, terlepas dari agama apa yang mereka anut, bahwa tindakan mereka itu sudah kelewat batas dan tidak baik. Dan mungkin kalau keadaanya terbalik, bahwa israel yang di serang oleh palestina. Tetap saja kita mesti mendoakan Israel, apapun kepercayaan yang mereka anut, karena perlakuan itu tidak manusiawi. Atas alasan apapun, atas argumentasi apapun. Semua orang berhak hidup damai.

sumber gambar klik di sini
Dan pertanyaan yang masih belum terjawab adalah; kenapa tentara-tentara israel kok tega ya menembakan roket mereka, senapan mereka ke orang-orang palestina? Padahal mereka berdua sama-sama orang, sama-sama manusia? Atau mungkin dalam pandangan tentara Israel, orang-orang palestina itu bukan orang? Bukan manusia? lantas apa?***








Terimakasih kepada khatib yang menyampaikan khutbahnya di masjid agung banjarmasin, sekalipun khutbahnya di baca. Tapi setidaknya kembali menginspirasi untuk bikin saya menulis lagi.




0 komentar:

Posting Komentar