Harga Sebuah Kepenasaran

Saya udah lama mendengar tentang bencana lumpur lapindo. Itu ada di sidoarjo, ulahnya Bakrie, tapi saya hanya mendengarnya lewat berita, dan itu sudah terjadi beberapat tahun yang silam. Lama. Lama sekali.

Saya sudah lupa. Masyarakat Indonesia juga sudah lupa, ya kecuali keluarga yang rumahnya terendam lumpur itu, hingga saya ditakdirkan tinggal di surabaya, saya berkesempatan melewati sidoarjo. Saya ingat lagi. Korelasi sidoarjo, ya bagi saya orang luar jawa timur, hanya bisa dikaitkan dengan lapindo.

Oh itu lumpur lapindo? Kata saya ketika kali pertama lewat, dijelaskan oleh kawan saya yang sudah lama tinggal di jawa timur, "iya itu pak, ada di belakang tanggulnya." Saya tidak tertarik untuk melihat dibalik tanggulnya.



Sampai, kawan saya, sekaligus atasan saya, datang dari bandung, saya mengantarnya buat keliling jawa timur. Dan sidoarjo, kami lewati kembali, "lumpur lapindo" pekik kawan saya lagi, ketika melewati sidoarjo. Kawan saya ini, pengen melihat, tapi dengan setengah hati. Sopir tanya lagi, "mau lihat pak." Kawan saya itu, seperti sungkan, tapi rasa kepenasarannya tidak bisa di tutup-tutupi.

Ayo kita lihat, akhirnya kata saya. Kalaupun gak hari ini, nanti juga saya pengen lihat. Gumam saya lagi dalam hati. Kami turun. Ada sekitar 4 orang warga yang sedang berkumpul disana, dengan sigap langsung membantu memarkirkan mobil. Dan ketika, kami hendak naik ke atas, satu orang sudah mencegat kami di tengah tangga, meminta karcis! Ya dikarcis. 30 ribu, katanya buat tiga orang, sekaligus parkir.

What?? Bayar! Gerutu saya dalam hati. Saya tidak berpikir untuk balik, tapi ya dikarenakan sudah berhenti, dan kalau kita balik, hanya dikarenakan karcis 30ribu. Itu sangat menggelikan! Berbekal rasa kepenasaran, akhirnya saya bayar. Dan mulai naik ke atas tanggul, tidak beberapa lama, terlihatlah lumpur lapindo.

Tidak ada apa-apa kawan! Cuma kumpulan lumpur yang tidak indah sama sekali. Sedikit menyesal, karena sudah naik, bayar hanya untuk melihat hal semacam itu. Pemandangannya memang tidak terlalu memukau, tapi, saya pikir harga kepenasaran saya 30ribu. Selalu ada harga untuk semua.

Related Posts:

  • Kepada TuhanKepadaTuhan, yang Maha EntahditempatTuhan, izinkan aku mengutip sebuah sajak—dari seseorang yang terbuang—untuk membuka istirahku denganmu;Tuhankudalam termanguaku masih menyebut namaMubiar susah sungguhmengingat Kau penuh se… Read More
  • Dialektika;Dialektika; Dialog atau Tonjok?!? Hipotesis saya adalah; apakah kekerasan, adu jotos, maen tonjok-tonjokan adalah salah satu bentuk dialog?!? Saya mengatakan bukan, sebab dalam dialog inheren tindakan komunikatif, yaitu komun… Read More
  • Kepada HatiKepada Hati Yang Bersembunyi diDalam DiriSalam hati-hati, kepada Hati yang terdalam.Langsung saja kutanyakan kau, kenapa aku merasakan rindu?Kuhujatkan kau lagi, kenapa aku merasakan khawatir?Kenapa aku mesti merasakan benci,… Read More
  • “Master” KehidupanSial!Tadinya aku berpikir kalau kuinstal maka akselerasi komputerku sedikitnya akan, bertambah tapi ternyata eh malah makin lemot bahkan program word-nya pun susah di instal. Akhirnya aku mesti rela menulis dengan program wor… Read More
  • Kepada Musyaffa'KepadaYuzuf Musyaffa’diSudanDengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Entah,Kumaha cageur ?! Polontong lah ente ari rek S2 mah he..he, kamana wae atuh ari silaing, meni awis tepang?! Eh.. sori teu nanaon kan? Ur… Read More