Manuskrip Kesunyian


Di suatu malam yang pekat. Di sebuah ruangan berbentuk segi empat yang setadinya hanya sebuah gudang tempat menyimpan barang-barang berat yang kemudian dengan alasan yang sangat.. sangat…  sangat melarat, Yvan sulap menjadi sebuah kamar tempat dia menginap, menimbun harap, menyulam asa hidup berlipat-lipat.

Yvan belum jua tertidur, ia seperti resah mencari-cari tahu; apa yang sedang dirasakannya kini. Sampai pertengahan malam matanya tak kunjung bisa di pejam, ada sesuatu yang menghantam pikirannya dalam-dalam, tiba-tiba ia teringat akan sesuatu…  sesuatu yang terjadi di masa silam.



“ah, … jika saja kau tahu Piedra, bagaimana sesungguhnya perasaanku padamu…” gumam Yvan.

Terselip dalam ingatannya mengenai alasan subtil mengapa ia bisa meninggalkan Piedra, sebuah alasan eksistensial; alasan yang tidak masuk akal bagi siapapun, alasan yang hanya akan dianggap sebatas lelucon dan kelakar bagi orang lain tapi menurut Yvan adalah elan vital yang tak bisa disangkal. 

“hmmm” raut muka Yvan tersenyum, sebuah senyum yang biasa, senyum kepasrahan yang tegar dalam menghadapi hidup,

“tapi dia takkan pernah tahu” ucap Yvan meneruskan, bergumam sendirian.

Yvan bangkit dari tidurnya. Duduk termenung. Menyandarkan tubuhnya ke dinding bercat krem yang sudah mulai pada retak itu. Tepat satu meter di kepala Yvan ada stop kontak tempat menyalakan lampu. 

“karena aku memutuskan untuk menjalani hidup penuh tanggung jawab. Dan dia tak bisa jadi bagian dari hidup itu” tegas Yvan serius, dan entah mengapa seiring dengan itu, semangat misterius Yvan pun kembali berdesus secara halus namun menghunus.   

“Piedra, kaulah rahasia terbesar hidupku. Yang takkan mungkin aku ungkapkan. Kusimpan erat perasaanku. Meski ajal menanti.

Piedra, seandainya aku masih bisa memilih. Akan kupilih engkau sebagai kekasih sejatiku. Betapa semua harapan hanya untukmu. Akan kupahat namamu dalam pusara hatiku..* 

Piedra, aku dan kamu sama-sama misteri. Sebuah misteri yang takkan terpecahkan sama sekali, tersimpan rapi dalam kesunyian bilik kita masing-masing…”

Malam semakin kelam, sementara Yvan disitu terpengkur sendirian. Larut dalam lamunan. 


[12]

“mas nya ngontrak lahan parkir di sini buat berapa tahun” tanya Yvan pada Markus.
“dua tahun” timpal Markus sembari menghisap rokoknya.
“lah setelah dua tahun itu, nanti akan di tenderin lagi gitu?” tanya Yvan penasaran.
“ya seperti itu” dengan lurus Markus menjawab pertanyaan Yvan.

Saat itu menjelang sore, Markus dan Yvan sedang asyik-asyik nongkrong di depan Plazza tempat Yvan bekerja persis di pinggir pos parkir milik Markus.

“mas, temenku juga ada yang mau jadi atheis, kira-kira bisa gak ya?” tanya Makus tiba-tiba. Yvan hanya bisa menjawab pertanyaan Markus itu dengan senyum. 

“bisa gak ya?” desak Markus.
“emang kenapa pengen jadi atheis?” selidik Yvan dengan niat bercanda.
“ya biar gak usah repot-repot sholat aja, terus biar kita gak merasa bersalah kalau gak sholat, karena kita kan atheis, dan atheis tidak di wajibkan buat sholat kata mas juga,”
“iya sih, cuman…”
“cuman kenapa mas? Ada syaratnya ya?”
“gak, sih cuman…”
“cuman kenapa, kok berat amat ngomongnya, ngomong aja, berapa?”

“heheh…” Yvan tersenyum, ternyata wacana atheis sangat menarik buat Markus dan teman-temannya yang merasa ribet terhadap perkara sholat ini.

“cuman gini mas” Yvan akhirnya mau menjawab, “menjadi atheis syaratnya cuman satu”

“apa itu mas?” tanya Markus dengan mata berbinar-binar.
“mas tidak boleh minta pertolongan Tuhan, itu saja”
“lho emangnya kenapa?”
“ya kan mas atheis, kalau mas masih mau meminta pertolongan ama yang namanya Tuhan otomatis mas bukan atheis”
“wah berat juga sih kalau gak boleh minta pertolongan ama Tuhan,”
“lha mas kan gak mau sholat, ya jadi itu imbalannya”
“terus sama siapa aku minta pertolongan kalau tidak sama Tuhan?”

Yvan mendadak bingung untuk menjawab pertanyaan kurang ajar dari Markus ini. Tiba-tiba Markus kembali bertanya.

“jadi selama ini, mas gak pernah minta bantuan sama Tuhan?”


[13]

Tentu saja Yvan pernah meminta bantuan Tuhan, bahkan sering. Hanya saja tidak ada orang yang tahu Yvan melakukan itu. Buat apa orang tahu? Sudah terlanjur, kita hidup tak saling mau tahu. Orang bilang semua manusia adalah saudara, cerita satu manusia adalah adalah kisah seluruh manusia. Padahal itu semua hanya alibi egoisme kita semata, mantra kemanusiaan yang hanya ada di dalam kitab suci saja. Pada kenyataannya satu manusia dengan manusia lainnya adalah makhluk asing, tidak pernah saling memedulikan, kecuali dirinya masing-masing, tidak ada yang namanya saudara. Hanya saja kita tak mau menyadari akan hal itu. Kita sebenarnya adalah makhluk paling bejat di semesta dunia ini. Itulah kejujurannya. Dan kejujuran kadang memang menyakitkan.

Tentu saja Yvan pernah meminta bantuan Tuhan, bahkan sering. Hanya saja tidak ada orang yang tahu Yvan melakukan itu. Buat apa orang tahu? Karena Tuhan adalah kesunyian masing-masing, seumpama nasib. Tak ada orang yang bakal tahu nasib seseorang hendak menjadi apa, mau apa. Setidaknya itulah yang menjadi alasan kenapa Yvan masih kuat mengerjakan ritual sholat, kalau tidak berat, kalau sempat. Kalau ada masalah mendesak yang tidak ada satupun orang bisa membantunya. Di saat itulah biasanya Yvan melakukan sholat.

Malam itu seperti biasa, selepas semuanya tutup. Yvan sudah anteng di depan komputer. Komputer memang menjadi berhala tersendiri bagi Yvan, kalau melihat komputer tangannya selalu gatal untuk menulis. Dan buku adalah berhala lainnya, kalau melihat buku tangan Yvan juga suka gatal untuk mengambil. Sedang uang juga menjadi semacam berhala bagi Yvan, kalau melihat uang tangan Yvan juga tidak bisa santai untuk tidak memakai.

Dan berhala terakhir adalah Piedra. Kepada itulah, semua berhala bermuara.


[14]

Hampir setahun, kurang lebih Yvan bergabung di jejaring sosial bernama facebook, tanpa identitas jelas. Semuanya bias mulai dari alamat, nama, tempat… semua-muanya palsu. Tidak ada yang asli. Yvan hanya bermain di pelataran aksara.

Bagi Yvan, facebook tak ubahnya permainan Empire Earth atau Stronghold Crusade yang kerapkali dulu ia mainkan ketika hendak membunuh waktu.

Layaknya sebuah Game, pertama-tama Yvan mendengar orang-orang membincangkan perihal Facebook, setelah di angkat menjadi staff administrasi dan memiliki akses ke kantor yang memiliki koneksi intertet tak berbatas, akhirnya Yvan tertarik. Lantas  mengulik. Akhirnya Yvan mempunyai gaya ‘bermain’ sendiri yang khas dan unik. Keunikan pertama yang kerap kali Yvan tonjolkan dalam jejaring Facebook itu adalah Status. Yvan selalu konsiten dalam mengisi status sekaligus juga resisten.

“apa yang anda pikirkan?” tanya Yvan memasuki relung renung,

“apa yang aku pikirkan? Buat apa kamu tahu apa yang aku pikirkan? Aku tak mau orang lain tahu apa yang kupikirkan. Bagaimana jadinya kalau setiap orang tahu pikirannya masing-masing? Lantas apalagi yang bisa disembunyikan kalau pikiran sudah di utarakan? Hah! Facebook ini penuh pretensi!” selidik Yvan.

“sekarang tak ada lagi yang namanya entitas pribadi, sembunyi, misteri, rahasia apalagi. Semuanya menjadi transparan kini, serba terbuka, menjadi milik publik. Segala tabu sudah di abukan di pemakaman yang bernama dunia maya. Setelah tak lagi rahasia lekuk tubuh perempuan bagi anak yang belum dewasa kini lekuk pikiran manusia pun di suguhkan. Dunia ini semakin sekarat! Keparat! Semakin anjing! Semakin menyeramkan, semakin tidak terkendali. Apa yang bisa diharapkan dari dunia bising yang penuh dengan darah dan nanah ini?” pekik Yvan.

“tapi, … ada yang mesti aku lakukan, semuanya tidak boleh terjadi begitu saja. Aku ingin menjadi sejarah sekalipun tercatat sebagai burung ababil yang hanya melempar Abrahah dengan batu kecil. Karena aku adalah manusia. Seorang khalifah! Yang memiliki kewajiban untuk merubah dunia yang sudah terlanjur penuh barah!” tekad Yvan.

Yvan memikir-mikir. Lama-lama sekali.

“ya, dengan status akan kubuat sebuah racun persepsi, sebuah ironi kejujuran, parodi kebijaksanaan. Sebuah status bijak yang bernada satire. Menyindir. Menelikung, mengkhawatirkan terkadang menyebalkan, menyesakkan dan memaksa orang lain untuk berkomentar, untuk memikirkan kembali kebenaran apa yang aku ucapkan. Kalau orang itu malas berpikir? Maka apa yang aku ucapkan adalah benar adanya. Sekalipun disusun dari pelbagai macam kekeliruan dan kebohongan. Biar mereka yang baca statusku tahu, bahwa terkadang dari kebohongan yang tersusun rapi, maka kebenaran akan tercipta. Dan begitulah keadaan dunia ini berjalan. Berjalan diatas segala kedustaan.

Ya, dengan demikian semangat perlawanan senantiasa digelorakan. Dan jawaban dari ‘apa yang anda pikirkan’ adalah ‘apa yang sebenarnya bukan aku pikirkan’ melainkan ‘apa yang aku ingin mereka pikirkan’. Sudah saatnya layar kaca ini bersimbah darah. Darah dari kesadaran. Sebab kesadaran adalah matahari. Kesabaran adalah bumi. Dan…

Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata!**”


[15]

Dengan akun KH Drs Godot Bennington, Yvan melakukan sebuah pementasan aksara, penipuan kebenaran, pemalsuan kebijaksanaan, pemaksaan kebohongan, penjungkirbalikkan kenyataan dengan khayalan dan pengelabuan diri sendiri bahwa ternyata sesungguhnya kita sangatlah menyukai hal yang sia-sia.

Hingga tiba pada satu malam, ketika itu Yvan seperti biasa sedang berselencar di dunia (yang katanya) maya. Layar komputernya mendadak blank. Mati. Hitam. Yvan kaget. Terkejut setengah mati. “kenapa ini?”

Dengan pengetahuan seadanya tentang komputer, Yvan menyangka kalau aliran listrik nya mati. Tapi ketika melihat lampu di dalam ruangannya tidak padam, Yvan baru ia sadar kalau itu bukan penyebabnya.

“pasti yang lain?” gumam Yvan.

Lantas Yvan pun kembali menyalakan komputernya. Semuanya kembali seperti biasa. Tapi sekarang loading komputernya agak sedikit lama. Ketika menyala, tampilan dilayar komputernya kini beda. Bukan tampilan seperti biasa, aneh. Sangat aneh. Pikiran Yvan berkecamuk, antara bingung bagaimana cara membenarkannya dengan perasaan penasaran ingin dengan tampilan komputernya yang ada.

“apa ini?”

Yvan jadi teringat sebuah adegan Keanu Reeves dalam film The Matrix, dimana semuanya berawal dari sana. Dari sebuah layar komputer blank yang bertuliskan; “Matrix telah mendapatkanmu..”. Tapi Yvan langsung berpikir bahwa ini bukan sebuah adegan di dalam film, ini kenyataan! Yang kalaulah besok bosnya mengetahui bahwa komputernya tidak bisa di jalankan maka ia akan disalahkan. Dan Yvan tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“tapi,…” Yvan menimbang-nimbang.

Yvan ingat bahwa majikannya itu kan tolol masalah komputer. Yvan bisa saja membuat alibi macam-macam yang sama sekali tidak di mengerti oleh majikannya. “Yang penting lolos dari kesalahan” pikir Yvan.

“tapi apa sebenarnya yang ada di layar komputer ini” Yvan menyidik-nyidik. “sepertinya ini adalah sebuah tampilan yang sangat rahasia dan penting sekali. Kenapa bisa nyampai ke komputer ini. Apa tadi aku salah klik? Atau… ” pelbagai macam kemungkinan alasan berlarian di kepala Yvan. Tapi kemungkinan-kemungkinan itu tidak bisa membendung rasa ingin tahu Yvan yang terus menerus menggerak-gerakkan mousenya.

“apa ini?” Yvan menemukan banyak-banyak keanehan, kejanggalan.

“sepertinya ini adalah data milik perusahan asing…hmm Yahudi?” Yvan persis mengenali lambang itu Bintang Daud (Magen David). Yvan sangat penasaran. Dengan bahasa Inggris yang tertatih-tatih, Yvan terus membaca.

“gila! Ini adalah perencanaan yang sangat luar biasa!” pekik Yvan gembira seperti halnya dulu seorang imuwan berkata eureka!

“kaum yahudi ini sangat jenius sekali. Dahyat! Pantas saja Israel terus menyerbu palestina. Ternyata di sana mereka akan membangun sebuah kerajaan. Tepat di atas Masjidil Aqsha. Kaum yahudi di seluruh dunia ini sedang merencanakan untuk membangun sebuah Kerajaan Solomon. Aku tak percaya ini. Ini adalah imajinasi keagamaan yang sangat luar biasa sekali.” semakin dalam, Yvan semakin paham isi yang ada di tampilan layar komputernya. Dengan kekagetan yang setengah mati, serta merta naluri kemusliman Yvan muncul. Yvan menganggap apa yang di bacanya bukan lelucon, bukan kelakar, bukan fiksi, bukan khayalan, bukan bualan, bukan isapan jempol semata!

Serta merta terlintas dalam pikiran Yvan sebuah ayat yang sering di serukan ‘kelompok intifadha’ yang sempat di kenalnya dulu di kampus adalah benar! Dan apa yang dibacanya adalah bukti realnya.  

[16]

Yvan menemukan sebuah informasi yang besar, besar sekali. Dan entah mengapa informasi itu bisa masuk ke komputernya. Jaringan internet memang adalah penemuan terhebat umat manusia, dimana segala sesuatu yang mitis menjadi sangat realistis.

“lihat!” di ruangan itu Yvan gaduh sendiri. “apa yang selama ini kucurigai ternyata benar. Facebook ini mempunyai pretensi yang sangat besar! Selain bisa memantau pikiran seluruh manusia, ternyata mereka berkongsi untuk mendanai impian mereka itu membangun sebuah Kerajaan Solomon!”

Dan secara tiba-tiba. Komputernya mati! Untuk kedua kalinya. Yvan coba menyalakannya berkali-kali. Namun ternyata nihil. Tidak ada hasil. Komputer itu tidak bisa di nyala.

Yvan masih tersentak dengan informasi yang baru di dapatkannya. Semua kebimbangan akan majikan yang akan bertanya tentang komputer lenyap oleh informasi yang baru diperolehnya. Apakah benar?

Yvan langsung merenggut buku yang ada di hadapannya. Coba merekam beberapa peristiwa dan informasi yang baru di dapatkannya. Berikut ini tulisan Yvan; 


Bukan sekedar aksara hanya, melainkan Agama!

Kekuatan pikiran tak punya batasan. Pemahaman adalah kemampuan seperti mencari ujung alam semesta atau mencoba mencari tahu permulaan waktu

Menurutmu mungkinkah untuk masuk ke dalam pikiran seseorang?

.......



_________________________________
* lirik lagu Padi, Seandainya Bisa Memilih. 
**salah satu sajak dari Rendra

(catatan; masih rangkaian cerita Yvan Saepudin. Dan begitulah cerita ini mengalir menjadi sebuah, novel mungkin)

0 komentar:

Posting Komentar