Aku Dan Pemuda Itu



Ada seorang pemuda datang pada saya, dia mengeluhkan tentang anak buahnya, dia sudah melakukan segenap upaya menjadi seorang pemimpin yang baik dengan semaksimal mungkin, namun tetap ada saja anak buahnya yang tidak puas dengan segala keputusan yang ia buat.

Saya tanya, “apakah semua anak buah mu semua bersikap seperti itu?”
Pemuda itu menjawab “tidak, hanya satu”.

“oh, berarti bukan kamu saja yang keliru, tapi ada kekeliruan antara kamu dengan salah satu anak buahmu yang tidak puas dengan keputusanmu itu”

“jadi maksud anda, ada masalah antara saya dengan salah satu anak buah saya itu?” dengan cepat pemuda itu akhirnya mengambil kesimpulan.


“bisa jadi itu adalah salah satu maksud saya, tapi yang jelas perkataan itu tidak keluar dari mulut saya, tapi mulut anda sendiri, anak muda. Jadi kamu jangan mengklaim bahwa ucapan yang barusan kamu ucapkan itu adalah maksud saya, karena kamu tidak bisa membaca pikiran saya bukan?”

“jadi maksud anda bagaimana?” serang pemuda itu, terlihat tidak sabaran, atau mungkin saya yang terkesan ribet di mata pemuda itu.

Rupanya pemuda ini adalah seorang pemberang, super duper egois, merasa dirinya selalu benar, menghadapi lawan bicara seperti ini, tentunya saya mesti lebih lihai bersilat lidah, pandai memainkan analogi, untuk menyerang argumentasinya sendiri.

”hmmm, jadi begini anak muda?” saya memulai titik pembicaraan. “apa masalahmu sebenarnya?”

Pemuda itu kembali terlihat kebingungan ketika saya tanyakan lagi inti masalahnya. Saya yakin pemuda ini sudah menemukan jawaban atas permasalahannya, hanya saja dia butuh pertolongan dari orang lain untuk meyakinkan dirinya bahwa jawaban yang di dapatkannya itu adalah benar. Saya sudah bisa membaca alur berpikir pemuda itu, dan saya tidak akan terjebak, saya tidak mau bertanggung jawab atas kesalahan yang ia perbuat.

Pemuda itu menghuleng sangat lama, saya yang sebenarnya juga tidak sabaran, mencoba untuk tetap bijak, menahan buang air besar untuk waktu yang cukup lama. Tapi sialnya, pemuda itu tidak mau juga bereaksi, malah kemaluan saya menjadi ereksi ali-alih menahan beban kotoran yang seharusnya di buang tepat pada waktunya.

Sebab selain shalat apabila telah tiba waktunya, jenazah yang apabila sudah siap penguburannya, dan wanita bila menemukan pria sepadan yang meminangnya ada tiga perkara lain lagi yang tidak boleh di tunda-tunda yakni makan, tidur, dan buang air besar.

Akhirnya saya memulai pembicaraan lagi, “anak muda, apakah kamu berharap semua orang suka kepadamu?”

Pemuda itu menatap mata saya, dalam kurun waktu yang cukup lama, waktu yang sangat cukup untuk meyakinkan diri saya sendiri; mengapa akhirnya saya lebih memilih perempuan sebagai ibu anak-anak saya nanti ketimbang lelaki.

“Tentu saja tidak bukan?” kata saya menghancurkan tatapan matanya sebelum berubah menjadi nafsu birahi.

“maksud anda?” tanya pemuda itu lagi.
“maksud saya sederhana, di dalam hidup ini, kamu tidak berharap semua orang bakal menyukai kamu bukan?”

“tentu saja…” jawab pemuda itu spontan, namun sepersekian detik pikiran pemuda itu lantas berubah, dia merasa ada yang tidak beres dengan pertanyaan saya. Dia merasa pertanyaan saya ada yang janggal.

“tentu saja aku berharap semua orang menyukai saya, bagaimana sih ini? Apa mungkin saya bisa berharap tidak semua orang menyukai saya? Kalau begitu,…” pikir pemuda itu.

“maksud anda bagaimana?” tanya dia
“Akhirnya dia bertanya juga” gumam saya.

“begini, kalau kamu berharap di dunia ini semua orang bakal menyukai kamu, maka ketika kamu mendapatkan kenyataan bahwa ada beberapa orang atau katakanlah satu orang yang tidak menyukai kamu, kamu bakal kesel, kamu bakal berontak, akhirnya sadar tidak disadari kamu memaksakan orang lain itu untuk menyukai kamu. Tetapi kalau kamu tidak berharap semua orang yang hidup di dunia ini menyukai kamu, ketika kamu mendapatkan kenyataan bahwa ada beberapa orang atau katakanlah satu orang yang tidak menyukai kamu, kamu gak bakalan kesel, kamu nyantai aja, soalnya, kamu sendiri udah menyadari bahwa keberadaan kamu itu bakal tidak di sukai oleh orang lain. Bagaimana?”

“wah rumit juga ya pikiran anda, tuan. Saya kira kehidupan tidak berjalan dengan logika yang barusan anda katakan dech” pemuda itu membantah ucapan saya.

Tentu saja saya tidak suka dengan keadaan ini, sudah menahan buang air besar, kini pendapat saya dibantah? Mengesalkan juga pemuda ini.

“lantas dengan logika apa kehidupan ini berjalan?” tanya saya penasaran.
“ya pokoknya dengan logika yang bukan anda utarakan barusan” jawab pemuda itu santai.

“Euhhh, gemes dech” gerutu saya dalam hati. []






0 komentar:

Posting Komentar