Madestya: 3

"Scripta manent verba volant"
-yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan lalu bersama angin-
-Hannah Arendt-

Assalamu'alaikum,

Untuk membuka lembaran tulisan ini, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-sebesarnya kepada Novita, telah menyempatkan waktu dan saat untuk membalas surat pertama saya. Selanjutnya saya sangat TERKESAN dengan balasan yang Novita berikan. Oleh karena itu saya akan bahas surat itu per paragraf.

Paragraf pertama. Saya tidak bisa membayangkan, kalaulah surat pertama saya akan menimbulkan segudang pertanyaan, mungkin surat kedua ini akan mengendapkan semesta pertanyaan. Tapi itu tak apa, sebab apa gunanya Tuhan menciptakan akal pikiran kalau tidak dipakai, salah satunya yaitu bertanya. Dan tentunya surat ini juga tidak terbawa angin, tapi jikalau angin bisa menyampaikan isi hati, mungkin sudah sejak lama kubisikan kata lewat bahasa angin. Namun sayangnya, kita tidak memahami bahasa angin yaitu bahasa buana.
Tidak pula sedang bermimpi. Jikalau dalam mimpi saya bisa berbicara maka saya akan tidur sekarang juga. Tapi ternyata bahasa mimpi juga banyak tidak dipercaya. Maka urunglah niat untuk tidur. Saya terus bangun dan terjaga.
Paragraf kedua. Kalaulah Novita berbahagia dan bertuntung maka saya akan lebih berbahagia lagi dalam bersimpati dan menaruh perhatian. Novita mengutip Chairil Anwar sekali berarti sesudah itu mati. Saya sangat terkesan sekali. Sejak kapan Novita mengenal idiom itu, sejak lamakah? (bolehkan saya tahu…).
Bukan bemaksud menggurui, Novita tahu … dalam kajian psikologis, secara naluriah, orang akan tertarik terhadap orang lain yang memiliki kesamaan dengan dirinya atau terhadap sesuatu yang ada kaitan dengan dirinya. Dalam kajian sosiologis akan dikenal dengan in group dan out group, makanya orang akan berkumpul dengan orang yang memiliki kesamaan dan kedencerungan dengan dirinya. Logikanya, mana mungkin orang akan berkumpul dengan orang yang tidak sepaham dengan dirinya. Hukum ini berlaku dalam fisika dan proses kimiawi. Air dan minyak selamanya akan "kesulitan" bersatu karena memiliki partikel yang berbeda. Coba adukkan semen dengan minyak jangan dengan air, bagaimana hasilnya?
Dalam konsep Islam dikenal dengan kata زوج yang berarti pasangan makanya suami-istri disebut زوج - زوجة karena berpasang-pasangan. Ada siang ada malam, laki-laki dan perempuan iblis dan malaikat konsep ini disebut dengan sunnatullah. Dosen akan disebut orang gila kalau tidak ada mahasiswa artinya seorang disebut kaya karena ada si miskin. Semuanya telah diciptakan berpasang-pasangan. Maaf … kok jadi jauh sampai kesini? Dari mana awalnya tadi…
Oh iya! Chairil Anwar. Saya pribadi sangat menyukai penyair yang satu ini. Bukan karena legenda sejarah yang membesarkannya. Tetapi karena spirit yang dimiliki olehnya sangat menggelegak. Elan vital…! Novia pasti sudah membaca AKU karangan Sjumandjaya. Kisah mengenai perjalanan hidup binatang jalang ini.
Sedikit mengomentari, sajak-sajak yang dihasilkan dari tangan dan ruang kreatifnya, sangat padat, mengental sehingga lebih tajam dibandingkan dengan senjata laras panjang manapun. Hal ini terbukti ketika Chairil disiksa, terlepas fiksi atau tidak, tetapi kekuatan semanngat yang ada dalam dirinya terlampau besar sehingga seolah-olah tubuhnya tidak sanggup mewadahi. Sayang dia mati muda. Tetapi mungkin itulah misterinya. Mungkin orang hebat tidak selalu berumur panjang, Soe Hok Gie mati muda, Ahmad Wahib dan lainnya.
Itulah novita Charil Anwar saya sangat mengaguminya. Lain kesempatan saya akan membicarakan lebih panjang perihalnya.
Paragraf ketiga, Novita … ada lelucon yang mengatakan; apa yang bisa dipegang dari orang? Kata-katanya selalu berbohong! Oleh karena itu peganglah wajahnya. Tentunya wajah disini jangan diartikan secara harfiah, sex appeals. Karena memang, kita mengenal orang hanya dari luarnya saja. Apa yang ada di dalam menjadi misteri tersendiri. Karena kita bukan dukun. Kita manusia yang bisa terlena tertipu oleh penampilan, oleh citra, oleh kesan. Tapi apa yang bisa kita buat karena yang kita tangkap hanya itu. Orang yang kita sangka sebagai orang baik dan jujur tetapi nyatanya bejatnya minta ampun!
Maka oleh karena itulah ada disiplin ilmu humaniora seperti psikologi, sosiologi, politik dan lainnya. Salah satu tugasnya adalah mempelajari tingkah laku manusia. Misalnya psikologi mempelajari manusia dari dimensi psikologisnya, sosiologi mempelajari tingkah laku sosial seperti motif orang melakukan tindakan. Kenapa orang tidak melakukan ini tidak itu, nah alasan itulah yang dipelajari oleh sosiologi.
Singkatnya kita, yang notabene mempelajari sosiologi, berusaha memahami kehidupan. Karena seluruh kehidupan terdiri dari kumpulan tindakan-tindakan, perilaku-perilaku. Itulah bedanya orang yang memahami perilaku lewat ilmu dengan yang tidak. Tetapi saya yakin anggapan saya tidak salah. Dan kalaupun Novita berkata "…mungkin anggapan itu tidak tepat" maka saya akan mengatakan "…maka bantulah saya untuk mengenalmu lebih tepat" bukan begitu 
Paragraf keempat. Novita menulis "dan mohon maaf jika memang kakak ingin mengenal saya lebih jauh, mengapa setiap ketemu dengan kakak seolah-olah keinginan itu hilang dan hanya sampai bentuk tulisan?" saya kurang paham akan maksudnya. Sebab subjek dan objek tidak jelas. Saya akan uraikan, kata "kakak" pertama (yang memakai garis bawah) ditujukan kepada saya. Namun kakak kedua (tanpa garis bawah) ditujukan kepada…
Katakanlah subjek penanya adalah Novita sedangkan objek yang ditanya adalah… Maaf mungkin, saya ingin meluruskan pengertian saya supaya tidak terjadi missunderstanding, yang dimaksudkan oleh Novita adalah "dan mohon maaf jika memang kakak ingin mengenal saya lebih jauh, mengapa setiap ketemu dengan saya (Novita) seolah-olah keinginan itu hilang dan hanya sampai bentuk tulisan?" Lepat ngetik, panginten nya…? Punten. Jadi kakak yang kedua diganti dengan saya.
Ya… saya akui komunikasi verbal itu lebih tepat dan utama untuk mengeluarkan isi hati dan berbagai keinginan lainnya, tetapi itu pada kondisi tertentu (maaf, bukan maksud membela diri) Namun hendak diingat, terkadang tulisan melebihi kata-kata. Aksara melebihi kalimat kata-kata, atau deskripsi di atas orasi.
Sederhananya ... coba Novita bayangkan, bagaimanakah nasib umat Islam jika saja kitab suci Al-Qur’an tidak ditulis, tidak dibukukan. Apakah perkembangan Islam akan begitu cepat? Bukan saja agama Islam, semua agama pun akan terlambat bahkan bisa mati diperjalanan jika kitab sucinya tidak ditulis. Atau jika terus menggunakan Oral Tradition (budaya lisan) dan tidak segera menggantinya dengan Creat Tradition (budaya tulis). Karenanya Al-Qur’an sendiri mengisyaratkan kalau tulisan adalah titik akhir dari peradaban umat manusia. “Sesungguhnya hal ini benar-benar telah ada dalam lembaran-lembaran awal, lembaran-lembaran Ibrahim dan Musa” (Qs.Al-A’la). Lain kesempatan kita akan berbicara banyak mengenai kelebihan tulisan daripada lisan. Namun, satu yang bisa dipegang; masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Mungkin bisa dikatakan benar, penulis (orang yang lebih terbiasa menulis) lebih asyik menulis daripada berbicara, ngomong untuk menyampaikan rasa dan pikirnya. Sehingga kita banyak menemukan penulis kalau disuruh berbicara (presentasi) sedikit belepotan, tetapi tidak semua penulis seperti itu.
Untuk kasus saya, bukannya tidak mau memakai komunikasi verbal, tetapi ada sesuatu yang menghalangi saya untuk berbicara langsung dan lebih enak memakai sarana tulisan. Alasan teknis pertama, saya jarang bertemu dengan Novita, tapi itu bukan halangan, karena saya bisa ke kosan, bukan? (...kata Novita) Makanya ada alasan kedua, saya MALU. Kalau malu tidak akan bisa maju-maju (kata... orang lain) Iya, tapi harus bagaimana lagi. Toh perasaan [malu] itu terus menghantu, mengendap. Pertanyaannya kenapa mesti malu? Frankly, SAYA ADA RASA KE NOVITA.
Untuk pertanyaan-pertanyaan Novita, mohon kiranya Novita bisa memahami "keadaan saya yang seperti ini".
Paragraf kelima dan keenam, untuk paragraf ini, saya tidak akan mengomentarinya lebih lanjut. Lain kesempatan kita akan membahasnya. Nikmati saja...tapi terimakasih.
Paragraf ketujuh. Saya tidak tertawa, malah terkesan. Tidak perlu memikirkan sistematis, komunikatif, kaidah-kaidah penulisan...yang penting adalah menulis. Dan terimakasih. Kemampuan kita sama, karena kita diberikan bumi yang sama, matahari yang sama, beratap langit yang sama, malam yang sama, siang yang sama, mengabiskan sama-sama waktu 24 jam ... semuanya sama, yang membedakan adalah kerja.

* * *

Begitulah Novita, tanggapan dari surat. Sekarang saya ingin menulis apa yang saya ingin sampaikan. Bolehkah saya mengajukan permintaan...? Karena saya tidak bisa melakukan komunikasi verbal dengan Novita maka [sekali lagi] bolehkah saya meminta untuk terus berkorespondensi dengan Novita? Tetapi sewaktu-waktu saya juga [sangat] ingin berkomunikasi secara verbal. Saya ingin mengenal Novita lebih jauh tidak hanya separuh atau juga kita bisa berdiskusi mengenai apapun. Itu juga dengan izin Novita.
Permintaan kedua, bolehkah saya meminta panggillan lain bukan dengan sebutan "kakak". Bukan bermaksud merubah, tetapi saya lebih senang kalau dipanggil dengan sebutan A. Memang maknanya sama, yaitu berupa penghormatan terhadap yang lebih dari kita entah itu umur atau yang lainnya. Akan tetapi panggilan A lebih saya sukai. Sebab kakak berasal dari tradisi lain, sedangkan sebutan "A" lebih dekat di hati. Karena nota bene saya orang sunda. Lebih nyunda gitu Nov...
Untuk mengakhiri ... saya ucapkan beribu terimakasih dan mohon maaf.


Bandung, 06 Juli 2006
14:53

Salam,
Teditaufiqrahman

0 komentar:

Posting Komentar