PEMBANGKANGAN JIBRIL



Previously…

Di Arsy, Godot yang kesibukan penciptaannya telah disudahi sering menghabiskan waktunya dengan duduk-duduk sembari menyaksikan hasil kreasinya. Melamun. Terkadang menerawang ke bumi. Melihat apa yang dilakukan anak cucuk adam.

“tuanku…” Jibril memecah kesunyian.
“ada apa,”
“beberapa saat ke belakang hamba ziarah ke bumi, maaf kan atas kelancangan hamba tidak memberi tuanku terlebih dahulu, tapi …” Jibril menahan bicaranya.
Godot mengetahui bukan itu inti dari percakapannya kemudian berkata “…teruskan jibril, apa sebenarnya yang hendak kau katakan?”
“hamba bertemu dengan iblis… “
“ah… bagaimana keadaannya,”
“entahlah… tetapi hamba melihat perbedaan dalam matanya”
“apa maksudmu?”
“saat hamba bertemu dengannya, dia seolah mengendap penyesalan sungguh dan kesendirian yang penuh… dia, ” Jibril tak melanjutkan bicaranya. Seolah-olah ada keraguan pada kesimpulannya.
Godot menatap mata Jibril dengan tajam.
“dia menitikkan air mata.., baginda” mendengar perkataan Jibril ini Godot terdiam.

. . . .

Beberapa saat kemudian Dia bersabda ;
“perintahkan Izrail meniup terompetnya.”


Satu

Sesaat setelah mendengar intruksi Sang Maha, Jibril sesungguhnya sudah tak berkuasa, lemas lunglai tak berdaya. Karena mau tak mau, ia dan segenap semesta mesti menerima putusan Godot itu apa adanya tanpa cela. Bagi Godot, Jeda dari perintahnya berarti marabahaya. Tanya dari perintahnya berarti malapetaka! Ingatlah itu.

Jibril pun memaksa diri ngeloyor berjalan tersendat meninggalkan ruangan Godot, meski kakinya terasa berat sangat, sekali untuk melangkah pergi. Karena apa? Karena ada sesuatu yang mengusik batinnya. Apa itu? Sebuah spekulasi.

Maka tak ayal. Suasana di Kerajaan Awan pun mendadak sibuk. Bahkan kesibukan mereka melebihi ketika menciptakan makhluk baru yakni Adam. Hampir semua makhluk di Kerajaan Awan ini mendadak heri(baca; heboh sendiri, saya sebagai pengarang sengaja menyisipkan diksi ini. Alasannya sederhana, karena tiba-tiba ngelebat di kepala saya seorang teman bernama Heri. Hmmm, banyak juga teman saya yang bernama Heri; ada yang jangkung tapi hitam, Heri yang itu teman semasa SMP dulu. Tapi ada juga yang pendek tapi putih sekaligus penjilat hehe. Nah kalau yang putih itu teman kerja saya. Lantas Heri mana yang ngelebat ketika saya menceritakan kisah Pembangkangan Jibril ini? Bukan yang putih, bukan yang pendek juga tapi Heri tetangga saya yang pernah kehilangan jam tangannya ketika membeli martabak. Kok bisa? Iya, aneh juga ceritanya… Nanti saya ceritakan di lain kesempatan, untuk sekarang mari saya lanjutkan cerita ini dulu).


Dua

Yang paling lucu adalah Izrail—ketika dia mendengar intruksi ini dari Jibril yang bertugas sebagai Juru Bicara Kerajaan Awan—dia mendadak stress berat. Izrail terserang penyakit Shocki’nReuwas. Izrail mengira, dia akan di beritahu dulu sebelum-sebelumnya. Dalam jangka masa yang tidak singkat dan tiba-tiba, sehingga dia bisa mempersiapkan diri; melatih tiupannya. Ini adalah tugas baru yang, Izrail sendiri mengendus adanya kekeliruan.

“ini kesalahan besar” gumam Izrail pada suatu malam. Tapi Izrail tidak berani berkomentar.

Semua penduduk Kerajaan Awan kisruh, tidak pararuguh.

Di ruangannya Izrail blingsatan, berjalan kesana kemari tak keruan. Izrail bahkan tak bisa memicingkan matanya barang sedetik pun. Seperti seorang anak SD yang baru menghadapi THB. Setiap malam dia menghafal manual book Sang Sakala yang di pinjamnya dari Perpustakaan Umum Kerajaan Awan, lebarnya buku itu hampir menyamai samudera yang ada di dunia.

“sungguh, aku tidak bisa menguasai rumus-rumus terompet ini dalam sekejap mata” gerutu Izrail. Setelah beberapa masa Izrail menguat-nguatkan mental untuk mempelajari meniup terompet, akhirnya Izrail menyerah. Dia menghadap Jibril untuk mengadu dan mendapatkan solusi.

Izrail melesat terbang ke tempat Jibril.


Tiga

Di ruangan, Jibril terlihat termenung. Seperti halnya Izrail yang mengalami sHocki’nMetaFisica, Jibril juga sebenarnya mengalami hal yang sama. Hanya saja sHocki’nMetaFisica tiap makhluk berbeda-beda. Jibril kelihatan kalem, sekalipun batinnya gamang dan hancewang, menyikapi keputusan Godot yang mendadak itu.

“nampaknya ada yang salah Sobat pada perintah Paduka Godot itu” adu Izrail

“salahnya?” jawab Jibril tenang,

“ya, seharusnya Israfil bukan si guwe yang mestinya meniup terompet? Coba kakanda cek dulu buku besar Kepesonaliaan karyawan Kerajaan Awan, jabatan saya adalah Pencabut Nyawa, julukanku adalah Sang Maut bukan Peniup Terompet.”

“Mohon kakanda lihat dulu, bukan maksud adinda untuk mengelak dari perintah Paduka Godot, tapi kakanda sendiri yang bilang the right man in the right place, Apabila urusan itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat-saat kehancurannya

“subhanallah, adinda… ” jawab Jibril bijak sekaligus bangga.

“baiklah, kakanda cek dulu…” Jibril masuk ke ruangan kerjanya. Tak begitu lama Jibril datang, sembari membawa buku yang dua kali lipat lebih besar dari manual book Sang Sakala.

“nampaknya yang adinda bicarakan itu benar adanya, biar nanti kakanda mencari masa yang tepat untuk membicarakannya sama Paduka Godot“

“tetapi… “jawab Izrail tidak sabar “kesalahan ini mesti segera di koreksi Mang. Hari itu kian mendekat sedang hanya segelintir saja yang tahu ”

“lha, apakah adinda Israfil sudah tahu perkara ini?” tandas Jibril

“o iya” jawab Izrail sembari menepuk dahinya, “seharusnya saya bicarakan dulu dengan Israfil, karena dialah yang in charge dalam perkara ini“

“begini saja…” simpul Jibril “adinda pergi dulu ke kediaman Israfil bicarakan sagala rupana, biar urusan dengan Paduka Godot, Mamang yang selesaikan. Serahkan saja ka Emang!”

“baiklah mang, Ayi pamit dulu”

Izrail pun melesat pergi ke kediaman israfil.


berlanjut...


god ipse, 101009

Related Posts:

  • A Tale For Saga Siapa yang bisa menerka usia? Hari ini, esok, lusa, atau sekarang? Sang pencipta bisa saja memanggil kita dengan leluasa. Tiada satu manusia atau satu alat pun yang manusia ciptakan untuk menghalangi kematian. Manusia tidak… Read More
  • The Ridiculous Case Of Kh Godot Bennington (5) /4/ Memang dia penyendiri, tempat favoritnya adalah lantai dua di Mesjid Sancang, di samping sebelah kanan dekat tempat jemuran orang. Sebelum perkuliahan di mulai, dia selalu menyempatkan duduk-duduk sendiri di sana b… Read More
  • Surat Godot ke Maman Gorky Salam, … Maman, bagaimana kabarmu sekarang?... “Dunia ini makin pengap dan sintingsaja!” itu katamu—yang paling membekas dalam ingatanku—sembari membanting pintu pergi meninggalkan aku, ibu, bapak, kita, mereka dan dia. D… Read More
  • The Ridiculous Case Of Kh Godot Bennington (4) /3/ Sepenggal episode kehidupan kita semestinya adalah cerita tentang hening. Dimana kita memaksakan untuk berintrospeksi diri tentang sesuatu yang tidak penting. Tidak melulu mengerutkan kening berpikir tentang apa saja … Read More
  • Behind The Godot ; Catatan dari Sang Admin [1] Kehidupan Yvan sangat tragis, berbeda dengan kedua karibnya Chandra Konstantin dan Hermann Tribbiani yang selalu diberikan senyum manis oleh hidup, Yvan selalu di pandang sinis oleh nasib. Nasib seolah-olah tidak p… Read More