Pengalaman Sprituil


Tragedi At Tahiyyat

Ini juga termasuk pengalaman sprituil saya, based on true story. Waktu itu saya sedang sholat ashar sendirian di mesjid dekat kampus. Tiba-tiba ada orang dibelakang yang menepuk bahu saya, tentu saja sebagai seorang muslim yang taat, saya tahu, dengan tepukan itu saya baru saja didaulat jadi imam.

Maka ketika hendak melakukan ruku, saya sengaja mengeraskan suara takbir saya, sebagai pembuktian bahwa saya imam. (Hehehe balaga pisan)  

Begitu seterusnya, sampai pada at tahiyyat pertama, saya dengan sengaja melirik sedikit ke arah orang yang tadi menepuk pundak saya (bisi jurig, kan palaur?). Dan tatapan saya pun tepat ke arah telunjuk sang makmum yang utek-utekan (digerak-gerakkan).



Sebagai seseorang yang pernah menjalani pesantren selama kurang lebih enam tahun lebih di Persis. Saya dengan persis tahu bahwa orang itu memiliki pemahaman Persis. Sedikit penjelasan, “orang Persis” emang begitu, jadi ketika melakukan sholat curuknya utek-utekan.

Selama sholat saya terus kepikiran, “wah orang Persis uy”. Saya jadi semakin percaya diri karena ternyata dia, makmum saya itu memiliki pemahaman yang sama dengan saya.

“wah, nanti pas at tahiyat akhir telunjuk saya juga mau di utek-utekin ah, biar ketahuan saya juga Persis” begitu gumam saya percaya diri karena pas tadi at tahiyat awal, telunjuk saya sengaja didiamkan. Alasan saya sederhana, biar kelihatan netral, gak termasuk golongan mana pun, karena saya sangat menjunjung tinggi pluralitas pemahaman keagamaan.   

Tibalah at tahiyat akhir, saya pun menuntaskan niat saya untuk menggerak-gerakkan telunjuk saya. Sang makmum pun kelihatannya senang karena ternyata saya juga orang Persis. Setelah wiridan, dia pun mendekati saya, mengajak saya salaman.

Dan seperti yang sudah di perkirakan, orang itu pun ngajak ngobrol tentang Persis. Saya layani dengan senang hati. Kami pun bercakap-cakap selayaknya saudara.

Eh, pas di akhir-akhir obrolan, tragedi itu pun terjadi. Dia minta uang ongkos buat pulang ke Cianjur. Saya masih ingat itu. Haduh!

Tidinya mah urang asa kaduhung ngaku jadi orang Persis. Teu baleg pisan. Naha jeung kapikiran kudu ngutek-ngutek keun curuk deuih?. 

Semenjak kejadian itu, saya selektif untuk menggerak-gerakkan lagi curuk, lihat kondisi.***

0 komentar:

Posting Komentar