Tiang-Tiang Keluarga (3)



Chandra Konstantin dan Issabela Diah

|9|

Kamar No 17 Hotel Rue Paradise adalah yang tempat yang Konstantin janjikan kepada Issabel untuk bertemu.

“aku sudah reservasi kamar di hotel itu, kamu datang duluan, nanti aku menyusul kira-kira jam delapan” begitu isi pesan singkat yang Konstantin kirimkan melalui telepon selularnya kepada Issabel.

Ketika menerima pesan itu, Issabel tidak bisa tidur semalaman. Dalam kepalanya bergemuruh semua pikiran dari positif sampai negatif. Apakah benar ini jalan hidup yang bakal di tempuhnya? Begitu kira-kira isi pikiran Issabel. Berduaan dengan Konstantin memang menyenangkan, ada rasa nyaman disana, namun, kenapa mesti di hotel? Issabel tak habis pikir. Entah mengapa mendengar kata ‘hotel’ pikiran Issabel melulu negatif.


Issabel lantas tidak membalas pesan Konstantin itu. Issabel juga tidak berani membicarakan hal itu kepada teman-temannya, apalagi Nora. Issabel simpan kegelisahan itu seorang diri, seperti biasa. Di tempat kerja, terlebih di rumah.

“apakah aku harus pergi kesana, atau tidak, ya?..” Issabel menimbang-nimbang.

Akhirnya Issabel pun memberanikan diri pergi ke Hotel Rue Paradise. Dengan ragu, Issabel masuk ke lobi hotel yang cukup megah itu. Issabel merasa sangat malu. Canggung. Mau kembali tapi Issabel. Lantas Issabel menuju meja resepsionis. Di sana sudah ada seorang lelaki berseragam lengkap yang menyambutnya.

“selamat sore nona?” sapa lelaki itu, “sudah reservasi? Atau mau reservasi sekarang..”

Issabel tersenyum, lantas menjawab “o iya, saya Issabel Diah”.

“oh nona Issabel”. Mendengar nama Issabel, lelaki itu seperti teringat sesuatu, lantas ia melihat-lihat buku yang tidak di ketahui Issabel.

“Issabel Diah?” tanya lelaki itu memastikan. Issabel mengangguk.

“Ini kunci kamar anda nona No 17, di ujung lorong itu belok kanan. Nona membawa koper atau barang, biar kami yang bawakan” pinta lelaki itu sopan.

“oh tidak…” jawab Issabel.

“mari saya antar nona”

Issabel berjalan di belakang lelaki itu. kemudian ia masuk ke sebuah kamar yang sangat megah sekali menurutnya, maklum ini kali pertama Issabel masuk ke sebuah hotel. Seketika setelah di dalam, Issabel bingung mau apa. Sedang sampai ke jam delapan masih tersisa beberapa jam lagi. Issabel jadi menyesal kenapa ia datang terlalu sore. Terlalu konyol setelah tiba di kamar terus pulang lagi, Issabel akhirnya memutuskan untuk mandi.


|10|

Belum juga jam delapan Konstantin sudah datang. Ia mendapati Issabel sedang duduk melihat pemandangan kota di atas. Betapa girangnya Issabel ketika Konstantin datang, dia memeluk Konstantin, seperti anak yang ditinggal bapaknya bertahun-tahun. Konstantin merespon pelukan Issabel dengan sedikit kaku, tangannya ragu untuk melingkar di pinggul Issabel, sebagai mana ia biasa lakukan ketika Khalila memeluknya.

Kini mereka berdua duduk bersebelahan di atas kasur menghadap jendela menatap pemandangan kota di payungi senja.

“ada yang ingin kubicarakan denganmu Issabel” ucap Kontantin memecah kesunyian.

Issabel menjawab dengan sebuah lirikan. Konstantin tidak membalas lirikan itu, ia malah menarik nafas dalam-dalam. Konstantin bingung mesti memulai dari mana. Konstantin menimbang-nimbang. Akhirnya ia pun mulai berbicara lagi, dengan sebuah penyataan yang sangat universal.

“Issabel, dalam hidup ini ada banyak hal yang memang tidak bisa kita mengerti sepenuhnya, karena memang bukan untuk di mengerti, melainkan untuk di terima apa adanya. Karena sekali waktu kita bersikeras mencoba mengerti akan hal itu, kita akan semakin bingung, kemudian tersesat, barulah kita sadar bahwa hal itu memang bukan untuk di mengerti”.

Konstantin kemudian kembali terdiam. Issabel tidak bertanya, dia hanya merasakan aman, nyaman dan terlindungi duduk bersama Konstantin. Konstantin melanjutkan bicaranya.

“seperti halnya yang terjadi kepadaku siang itu, ketika melihatmu Issabel. Sungguh pemandangan yang luar biasa. Kau perempuan yang cantik sekali, aura kecantikanmu menyekapku dalam sebuah bayang-bayang yang… tidak bisa aku gambarkan apa mangsa namanya. Aku tidak bisa menahan diri untuk mengetahui siapa gerangan perempuan yang luar biasa itu, dan akhirnya aku tahu, bahwa perempuan itu bernama Issabel Diah. Kamu yang duduk di sampingku sekarang ini”.

Issabel merasa tersanjung. Sambil tak melepaskan tatapannya ke depan, Issabel tersipu.

“ya Issabel, aku terguncang. Aku terguncang sekali oleh dirimu. Namun Issabel…” Konstantin sengaja tidak meneruskan bicaranya. Karena dia sadar apa yang akan dia katakan selanjutnya akan mengguncang Issabel, bukan dirinya. Tepat di fase ini, Issabel yang menjadi penasaran. Issabel tak bisa menahan diri untuk bertanya, “kenapa?”

Konstantin melirik Issabel, begitu juga sebaliknya. Inilah saat dimana tatapan mereka beradu. Berhadap-hadapan. Hampir sepersekian menit mereka berdua saling menatap dengan suasana yang berbeda, suasana mencekam penuh pertanyaan curiga namun diliputi oleh rasa cinta, bahkan (maaf) hasrat birahi meluap tidak terkatakan.

Konstantin berusaha menahan diri sementara Issabel melepas tatapannya begitu saja. Tatapan Konstantin kembali ke depan.

“Issabel, kadang kala kejujuran itu menyakitkan… maka kita lebih suka dibohongi ketimbang mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Kenapa, karena kita tidak mau sakit. Tetapi tidak mengetahui kebenaran juga sakit. Maka kejujuran dan kebohongan adalah sebuah dilema yang sangat rumit. Dua-duanya menyakitkan…”

Issabel adalah perempuan yang cepat belajar, dan Konstantin adalah guru yang baik. Hanya beberapa patah kata yang barusan diucapkan Konstantin sedikit demi sedikit dia mengetahui watak asli Konstantin. Konstantin adalah peresah, namun juga seorang bijak, maka tanpa ditanya terlebih dulu, Issabel berkata “teruskan…”. Karena Issabel tahu, ada sesuatu hal yang sangat penting ingin Konstantin katakan, entah itu mengenai dirinya, atau mengenai Konstantin sendiri .

“maka aku sering makan siang dia mall itu, hanya sekedar untuk melihatmu, menatap mu Issabel. Karena dirimu memberikan aura tersendiri kepadaku. Ah… sebenarnya aku malu mengakui ini. Aku jatuh cinta padamu Issabel”

Issabel termangu.

“hingga suatu ketika ada seorang perempuan yang menemuiku, tepatnya dia menghubungiku terlebih dulu. Namanya Nora. Temanmukah itu Issabel…?”

Issabel terhenyak mendengar nama Nora disebut-sebut, namun dia berusaha mengendalikan perasaan kalutnya, Issabel bertanya “kenapa dengan Nora?”

“pertama dia menghubungiku, kemudian minta bertemu denganku, aku turuti apa kemauannya. Dan sungguh tidak aku disangka. Dia menawarkan dirimu”

Issabel bingung, “apa maksudnya?” tanya Issabel

|11|

Mendengar penjelasan Konstantin perihal temannya Nora. Kesunyian kamar hotel pun pecah dengan derai tangis Issabel.

“aku tidak percaya Nora melakukan ini padaku” ucap Issabel sembari terisak-isak. Konstantin lantas mendekap Issabel. Issabel terus menangis di dada Konstantin. Kemeja konstantin sedikit basah oleh air mata Issabel.

Cukup lama Issabel menangis. Konstantin mengelus rambut Issabel. Cukup lama juga mereka berdua di posisi ini. Hingga akhirnya, setelah reda tangis Issabel, Konstantin kembali bicara.

“tapi setelah satu hari, dua hari bertemu denganmu, bercakap-cakap denganmu, melihatmu dari dekat. Aku tahu, kamu bukan perempuan begitu. Kamu perempuan baik, hanya saja nasib baik belum berpihak kepadamu”

Issabel bangkit dari dada Konstantin. Mereka berhadap-hadapan lagi, namun kini lebih dekat, sekira 5 inci bahkan lebih dekat dengan itu. Konstantin bisa merasakan hembus napas hangat Issabel begitu juga sebaliknya. Kalau pun mau, mereka bisa saja berciuman. Karena jarak bibir mereka sudah terlalu dekat. Tinggal di tempelkan saja. Namun salah satu dari mereka, Issabel maupun Konstantin tidak ada yang berani memulai duluan. Entah mengapa Konstantin dengan seketika bisa menguasai dirinya, padahal sedari tadi datang, dia sudah terangsang melihat kemolekan tubuh Issabel yang hanya di balut short dress berwarna putih sangat transparan pula.

Bisa saja Konstantin melumat bibir Issabel, tapi itu tidak ia lakukan. Ia malah melepaskan pelukannya, Issabel pun kembali menjaga jarak dengan Konstantin.

“Issabel, kamu tahu kenapa aku mengajakmu ke hotel ini?”. Issabel tidak menjawab, karena tahu itu bukan suatu pertanyaan yang memerlukan jawaban.

”Issabel, cinta itu bukan sebatas gagasan. Kita tidak mungkin bisa mencintai seseorang yang tak berbadan. Cinta itu memerlukan jasad. Seperti halnya kenyang, seseorang tak kan mungkin bisa kenyang tanpa terlebih dahulu dia makan. Seseorang tak kan mungkin bisa kenyang hanya dengan mendengung-dengungkan kata ’kenyang’ dalam pikirannya. Dia mesti makan supaya kenyang. Bohong orang yang bisa kenyang tanpa makan!” nada bicara Konstantin sedikit naik.

”Seperti itulah cinta Issabel, bohong orang yang mengatakan cinta tanpa ada sedikitpun niat dalam dirinya untuk bersetubuh dengan orang yang dicintainya. Kita ini manusia Issabel bukan malaikat yang tidak memiliki hasrat badan”

Konstantin berhenti bicara, ada perasaan lega dalam diri Konstantin setelah mengucapkan kata-kata barusan. Nada bicara Konstantin kembali seperti semula; rendah dan datar

”... Issabel, jujur kuakui... ” Konstantin kemudian melirik Issabel. Dada nya mulai terasa sesak, seperti ada yang menyembul-nyembul di seruang dadanya. Dan, ternyata Issabel pun demikian. Dia ingin agar Konstantin segera saja melumat bibirnya, tanpa banyak bicara. Tapi sialnya Konstantin bicara lagi.

” Issabel, aku ingin mencium bibir tipis-merahmu, memagutnya sepanjang malam hingga aku merasa bosan. Ingin kutanggalkan helai kain yang menutupi tubuhmu itu kemudian kukecup mesra lehermu, kujelajahi pinggul rampingmu.. ku elus kedua paha-putihmu itu... dan, aku ingin bergumul denganmu tanpa baju...”

Issabel ingin memeluk Konstantin, menyerahkan dirinya pada lelaki yang penuh misteri ini. Ia juga ingin bergumul dengannya tanpa busana. Ia ingin melepaskan bajunya membiarkan Konstantin melihatnya telanjang dada. Tapi kenapa konstantin terus menerus bicara, tidak ada aksi sama sekali. Melepaskan pengait baju yang ada di pundaknya, atau apalah yang bisa melorotkan bajunya. Issabel tidak mau membuka bajunya sendiri. Ia ingin konstantin yang melakukannya.

Tapi Konstantin malah bicara lagi.

”Issabel, seperti yang sudah kamu duga sebelumnya, jujur harus kuakui, kenapa aku mengajakmu ke hotel ini? Karena aku ingin tidur bersamamu dan bergumul denganmu tanpa baju. Tapi di sepanjang perjalanan aku terus menerus berpikir...” Konstantin ragu untuk mengatakannya,

”seperti yang sudah kamu tahu aku sudah punya istri. Dan kalaulah aku berani meninggalkan dia untuk dirimu, aku juga bakal berani meninggalkan dirimu untuk perempuan lain. Kalaulah aku sekarang berani tidur denganmu, maka aku juga akan berani untuk tidur dengan perempuan yang lainnya lagi. Dan begitu seterusnya. Aku tidak menjamin hal ini adalah yang pertama untuk yang terakhir, mungkin ini adalah awal dari segalanya.

Dan Issabel, tentu saja kamu tidak rela bukan kalau mengetahui aku tidur dengan perempuan lain. Bagaimana perasaan ibumu kalau mengetahui suaminya tidur dengan perempuan lain? Mungkin begitulah perasaan isteriku sekarang ini, Issabel”

Tanpa sadar Konstantin pun menitikkan air mata. Dan mendengar ucapan ini, hasrat birahi Issabel yang sejak dari tadi menggelora mendadak sirna. Apalagi mendengar perumpamaan yang menyangkut ibu dan bapaknya.

Issabel sadar dan kembali menangis. Ia sudah tersesat. Tersesat jauh. Issabel baru mengerti apa yang diucapkan Konstantin dari awal bahwa dalam hidup ini ada banyak hal yang memang tidak bisa kita mengerti sepenuhnya, karena memang bukan untuk di mengerti, melainkan untuk di terima apa adanya. Karena sekali waktu kita bersikeras mencoba mengerti akan hal itu, kita akan semakin bingung, kemudian tersesat, barulah kita sadar bahwa hal itu memang bukan untuk di mengerti.

Issabel kembali menangis sejadi-jadinya. Kali ini bukan sakit hati oleh pengkhiatanan Nora yang telah berani melacurkan dirinya. Melainkan perih karena hidup, nasib, takdir dan Tuhan. Entah mengapa ucapan Konstantin itu terasa menusuk-nusuk jantung Issabel. Issabel terpelanting dari dunianya. Sepertinya tak ada kekuatan lagi bagi Issabel untuk bertahan dari kekacauan hidup ini. Dia ingin mengakhiri hidupnya sampai disini. Ia ingin mati.

Melihat Issabel yang terus menerus menangis Konstantin kembali memeluknya.

“Issabel, … “
“biarkan, biarkan aku sendiri…” jawab Issabel lirih sembari mengibaskan tangan Konstantin.

Konstantin tak menghiraukan jerit tangis Issabel, ia meneruskan bicaranya.

“aku ingin kamu keluar dari tempat kerjamu yang sekarang. Ada temanku, dia seorang dokter dan memimpin sebuah rumah sakit swasta. Dia sudah menikah namun Tuhan belum mengkaruniai mereka seorang anak. Aku ceritakan tentangmu kepadanya, dia setuju memberikan biaya agar kamu bisa melanjutkan sekolah keperawatan dan meneruskan impianmu. Dengan satu syarat, kamu mengenakan kerudung lagi dan setelah lulus kamu bekerja di rumah sakit yang dia pimpin. Namanya Taufik Philip. Nanti aku pertemukan kamu dengannya. Orangnya baik”

Suasana menjelang malam. Senja berganti gelap. Issabel masih sedih, namun tangisnya sudah reda. Konstantin bangkit, mengambil tisu. Kemudian duduk disamping Issabel. Issabel menyeka mata nya lantas melirik Konstantin dan bertanya ”kenapa bapak lakukan ini?”

“lakukan apa…” Konstantin pura-pura bingung.
“ya lakukan semua ini, membuatku pada kondisi yang sulit, memberikan cangkir cinta yang isinya racun pahit tapi menyembuhkan?”

Mendengar perumpamaan yang di berikan Issabel, Konstantin tidak salah orang, Issabel memang perempuan hebat, hanya saja nasib kurang baik kepadanya.

“itulah hidup” jawab Konstantin singkat

Issabel tiba-tiba tidak bisa menahan dirinya. Dia memeluk Konstantin, erat-erat sekali. Dia seperti menemukan seorang bapak, seorang kekasih, teman, partner bercinta, seorang musuh, malaikat, setan, namun juga Tuhan.

“terimakasih, untuk segalanya” ucap Issabel lirih

Kini Konstantin berani melingkarkan tanggannya di pinggul ramping Issabel yang hanya dibungkus oleh short dress. Konstantin hampir bisa merasakan kulit Issabel.

Cukup lama mereka berpelukan. Hingga akhirnya Issabel melepaskan pelukan itu dan bertanya,

“bapak masih ingin merasakan bibirku..” goda Issabel sembari tesenyum.
“ah sudahlah,” jawab Konstantin malu.

Mereka kembali beradu pandang. Seperti kecepatan cahaya, tatapan Konstantin menjadi gelap. Dan kedua bibir mereka sudah berpagutan.

Sementara di kejauhan kamar mereka berdua terdengar suara gaduh, tapi Konstantin dan Issabel seperti dibuai oleh suasana surga, tidak mendengar kegaduhan itu. Mereka menikmati bibir satu sama lain

“nyonya.. nyonya mohon… “

Pintu kamar Konstantin pun terbuka, sudah berdiri disana istri Konstantin, Khalila Khumaira, sementara Konstantin dan Issabela masih berpagutan.




SEKIAN





_______________________________________
(note; ah beres oge ahirnamah, asa bucat bisul, seperti biasa ruang tagg nya terbatas, yang tidak di tagg komen ajah! selamat menikmati)

0 komentar:

Posting Komentar