Relung Kesunyian Senja Hari Sampai Malam Hari



Di senja hari ini, lembayung menghiasi kanvas langit. Aku merasa bahwa memang hidup berputar. Pernahkah kau merasakan hal yang seperti itu, seperti yang aku rasakan sekarang. Kadang di atas, kadang di bawah, kadang suka kadang duka.

Pelbagai macam peristiwa datang silih berganti. Seolah tak absen menerpa kesadaran kita memompa jantung kebijaksanaan kita dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan seterusnya, seterusnya dan serterusnya…

Bagiku, kejujuran di atas segalanya. Namun pengalaman hidup mengajarkanku bahwa acapkali kita mesti menyiasati kejujuran itu sendiri. Bahkan kadangkala kejujuran itu menampakkan dirinya melalui wajah kebohongan. Sehingga kita pun menjadi bingung sendiri mana kejujuran mana kebohongan, susah untuk dibedakan, seperti halnya kenyataan dan khayalan.

Hidup memang untuk dijalani tak perlu dipikirkan. Kebanyakan waktu yang dihabiskan untuk memikirkan tentang hidup malah tak ada kesempatan untuk menjalaninya. Namun semua kebenaran ada celah keraguannya, benarkan hidup hanya untuk dijalani saja?

Aku rasa tidak demikian. Aku mempunyai teman—aku kira kehidupannya sangat enak sekali tentu saja ini dalam sudut pandangku—dia kuliah di universitas swasta yang sangat bonafid di kota bandung ini. Temanku itu tak perlu memikirkan tentang kebutuhan hidup sehari-harinya. Ayahnya orang berada. Singkatnya dia berasal dari keluarga berada.

Namun, aku sangat menyayangkan dengan pola kehidupannya. Dengan segala fasilitas yang dia miliki dalam kehidupan ini aku kira dia bisa berbuat lebih banyak hal yang berarti dalam kehidupan ini. Tapi sayangnya, Tuhan berkehendak lain,

“organisasi? Tidak penting? Kuliah? Ah hanya mengisi waktu senggang saja, sekedar alasan untuk mendapatkan uang jajan. Dalam hidup ini yang penting bagiku adalah main, main, main dan main” katanya.

Memang benar hidup adalah permainan, Tuhan mengatakan seperti itu dalam kitab suci yang kupercaya. Tapi tentunya permainan yang dimaksudkan oleh Tuhan tidak memiliki makna telanjang seperti yang dimaksudkan oleh temanku itu, seperti halnya kita bermain gasing dan kelereng.

Ah, andai aku menjadi dia, mungkin aku tak perlu memikirkan tentang ongkos buat kuliah, mencari pekerjaan setelah beres kuliah dan kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Aku membayangkan mungkin hidupku bisa sempurna. Memiliki laptop dan merekam kehidupan ini lewat tulisan, berbagi hikmah dan pelajaran dengan fokus kemudian aku bisa menjadi seseorang yang lebih berarti

Tapi mungkin tidak seperti itu, dengan keadaanku yang seperti ini, mungkin aku bisa mencari keberartian yang lain dalam hidup. Toh, siapa yang menjamin kalau kebutuhan hidupku sudah terpenuhi aku masih memiliki pikiran seperti ini. Tak ada yang menjamin. Mungkin aku akan berperilaku seperti temanku itu. Ya!

Masa lalu. Terkadang aku benci masa lalu. Pada hari Minggu ini temanku akan menikah, tapi entah kenapa aku males untuk datang ke pernikahannya. Yang terlintas dalam pikiranku adalah kumpulan renik-renik masa lalu yang ingin kubunuh dan ku kubur kini bergentayangan hidup kembali dan terus menghantuiku.

Menurutku, orang-orang yang berada di masa lalu sudah cukup menjadi penghuni kotak pada konstelasi waktu masa lalu jangan pernah datang pada waktu masa sekarang. Kenapa harus datang lagi? Semisal temanku Pipih Fauzeeya. Apa rencana Tuhan dengan menghadirkannya lagi pada masa sekarang. Secara jujur aku tidak mengharapkan komplotan masa lalu datang lagi menyerbu pada kehidupanku yang sekarang ini. 

Aku begitu terhenyak. Kedatangan mereka seakan menerorku. Hendak membunuhku secara diam-diam. Aku akui psikologisku tidak beres. Tetapi siapa orang yang beres pikirannya manakala sadar dirinya terancam. Hah! Betapa menyakitkan!

Hidup memang berputar kawan. Sungguh! Aku merasakannya. Tadi siang aku membaca Koran, harap-harap cemas tulisanku bakal dimuat. Tapi alih-alih mendapat kabar gembira aku malah mendapat kabar buruk dari kenyataan.

Ya. Sudah beberapa kali ini tulisan yang kukirim belum kunjung dimuat. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Padahal beberapa minggu kebelakang tulisanku terus dimuat? Apa ada yang salah dengan tulisanku? Atau ini adalah salah satu rencana Tuhan untukku.

Aku merasa mungkin ini adalah salah satu ujian. Dari kejadian ini aku mendapatkan beberapa titik pelajaran yang bisa kupetik. Mungkin bukan giliranku. Dan waktu bukanlah giliranku, begitu kata Amir Hamzah. Ya, dunia berputar! Kalau dahulu tulisanku begitu gampang untuk dimuat, dan orang lain begitu sulit. Mungkin kini giliranku yang mendapat kesulitan untuk dimuat.

Ah betapa menyakitkan! Ternyata yang dimuat malah suami dari perempuan yang dahulu hendak jadi pendampingku. Aku ditelikung oleh kenyataan ini kawan. Tamparan yang sangat menyakitkan, membuatku seakan-akan menjadi orang yang paling rendah dan kecil di dunia ini. Sungguh aku tak bohong.

Aku merasa jatuh.

Beberapa saat kejadian ini menjadi jeda dan memaksaku untuk berpikir. Dan terus berpikir. Apa yang terjadi? Aku selalu menanyakan kepada diriku sendiri apa sebenarnya yang terjadi?

Tapi sial! Tak ada jawaban, nampaknya pikiranku sudah buntu untuk memecahkan misteri kehidupan. Tapi setidaknya aku hanya bisa berkata bahwa memang bumi berputar, dan kini aku sedang mengalami giliran sendu.

Cukup sekian pada malam hari ini aku berkata-kata, mungkin lain kesempatan aku bisa berbicara banyak lagi tentang hal lain.

Pandanwangi, Bandung,
17 April 2008

0 komentar:

Posting Komentar