Pertobatan Iblis



Lakon Satu

Di penghujung masa. Di saujana antah berantah. Ia bertengger diatas pohon yang paling tinggi layaknya burung hantu. Kepalanya tertunduk. Terpengkur. Wajahnya bertatapan dengan bumi. Angin menyapa rambutnya dengan dingin. Ingin berjejak tanpa hari kemarin, kemarin mengharapkan asanya pada hari esok, sedang esok selalu mengelak untuk hari ini. Di tempat peraduannya sekarang ia tak ingin gegas terbang. Matanya setengah gontai untuk menyaksikan matahari terbenam ditelan senja malam yang kelam.

Kedua tangan merangkul dengkulnya yang menahan berat tubuh. Kita menamakan dia Iblis, meski banyak orang menyebutnya dengan sebutan Mephistopheles, Balthazar, Lucifer dan nama-nama aneh lainnya. Umurnya setua usia penciptaan jagat raya ini. Dia sudah hafal bagaimana manusia membangun sebuah peradaban kemudian manusia lain menjatuhkannya dan membangun yang baru lagi, begitu seterusnya.

Garis kulitnya sudah terlihat berkeriput. Keriput yang sama sekali tidak menandakan ketuaan mengingat umurnya sudah berabad-abad (dan berabad-abad lagi?). Entahlah. Masa lalu masih menyisakan roma keperkasaannya di balik jasadnya yang ringkik, sakit-sakitan dan batuk-batukan.

Dia mengeluarkan rokok di balik jaket jasnya yang sudah lusuh.

Kini ia mulai merokok, kepulan asap pertamanya yang menguap berkejaran di udara menandakan sejumput kegelisahan yang tersembunyi di balik tangannya yang kekar. Matahari sebentar lagi total tenggelam. Semakin dalam menghirup rokok semakin karam gelisah menjangkarkan dan menelikung batinnya. Matanya yang sedari tadi bersinar berwarna merah lamat-lamat berubah menjadi kehijau-hijauan.

Bayangan masa lalu hadir kembali dengan sangat jelas dan terang di depan pelupuk matanya. Saat itu Godot—kita sering mengenalnya dengan sebutan Tuhan, Allah, Kristus, Brahma, Ahuramazda, Ahriman, Dewa, Yahweh dan lain sebagainya—meminta saran dan pendapat para penggawanya yakni malaikat dan jin tentang proyek penciptaan makhluk baru yang sudah lama direncanakanNya.

Godot berkata "sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang makhluk baru di jagat raya ini, kemudian mereka akan kutempatkan di bumi dan kuperintahkan mereka menjadi pemimpin yang mengurus dan mengelola isinya, bagaimana pendapat kalian mengenai hal itu?”

Malaikat menjawab "mengapa Engkau hendak menjadikan seorang pemimpin di bumi itu makhluk yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"

“Tidak cukupkah dengan kami?” pikir jin yang berada di jajaran paling belakang.

Godot menahan amarahnya, kesal dengan makhluk cipataannya sendiri yang mulai sok tahu “kelak nanti kalau diantara mereka ada yang membantah perintahku, akan kuusir mereka dari Surga!” begitu pikirnya.

Sembari turun dari singgasananya Godot merasa perlu memberikan peringatan kepada para malaikat, dengan bijak Godot berkata "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”

Barisan para malaikat dan jin menyisir, meminggir membelah dua—seraya menundukan kepala—mereka memberi jalan kepada Sang Pencipta untuk lewat menuju istananya. Dengan baju keberasannya Godot terlihat sangat gagah melewati kerumunan malaikat dan jin yang sangat rapi tertunduk hormat.

Beberapa masa setelah Godot mempublikasikan rencananya, di Kerajaan Awan, sebagian besar malaikat sibuk bekerja keras untuk mewujudkan keinginan Sang Penguasa tetapi sebagian makhluk lain yakni kaum Jin juga sibuk menggunjingkan rencana Penciptanya itu. Perbedaan sikap ini sangat mungkin dipengaruhi oleh bahan dasar mereka, jin diciptakan dari nyala api sehingga kadang amarahnya meluap-luap, egois dan keras kepala. Sedang malaikat yang bahan dasarnya dari cahaya memiliki kepribadian taat, patuh dan penurut.

Dan makhluk baru ini bahan dasarnya adalah tanah liat kering yang berasal dari lumpur hitam kemudian diberi bentuk yang sama sekali berbeda dari kedua makhluk yang telah diciptakan Godot sebelumnya yakni Malaikat dan Jin.

Aula utama di Kerajaan Awan tengah disesaki oleh semua pasukan malaikat dan jin yang ingin menjadi saksi pertama kelahiran makhluk baru ciptaan tuannya itu. Ini adalah momen-momen yang paling mendebarkan dan menegangkan bagi seluruh makhluk Kerajaan Awan, sebentar lagi mereka akan di temani makhluk baru.

Malaikat yang ditugaskan membawa jasad makhluk baru telah datang dan langsung membawanya ke atas sebuah altar suci.

Suasana hening. Senyap. Angin seakan lindap oleh semua tanya. Semua makhluk yang berada di ruangan itu—selain Godot tentunya sebagai Pencipta—tercengang, terhenyak akan kecermatan, kejelian, keindahan dan kekuasaan Tuannya dalam menciptakan setiap makhluk. Semua berdecak kagum.

Godot kemudian melakukan beberapa gerakan mistis, semisal tarian, sebelum menuntaskan ritual terakhirnya yakni meniupkan ruh ke dalam jasad makhluk baru itu. Jin dan malaikat tersedot sukmanya oleh tarian Godot ini. Sembari menari, Godot mendekati altas suci. Mengelilingnya. Mengangkat tangannya keatas. Muncullah cahaya dari atas jari-jarinya meranggas ke sekujur lengan… dan lamat-lamat Dia pun bercahaya.

Godot meniupkan Ruh lewat nafasnya ke bagian kepala makhluk itu. Merapalkan mantra “kun fayakun!!”

Jasad makhluk itu bercahaya. Menikmati nafas kehidupan yang pertama kali, bangkit dari tidurnya, matanya mulai mengitari ruangan di sekelilingnya yang bertumpuk makhluk yang berbeda dengan dirinya. Ia menggerak-gerakkan tangannya. Jin dan malaikat membisu melihat ritual agung ini.

Setelah makhluk itu hayat.

Godot kembali berubah seperti sediakala. Cahaya lambat laun redup diganti oleh kesejukan aroma kesturi yang berasal dari surga. Makhluk hidup yang terbuat dari tanah itu menanti apa yang akan terjadi dengannya. Tak lama kemudian Godot bersabda “kuperintahkan kepada kalian untuk sujud kepada Adam"

Dengan khidmat dan kepatuhan yang penuh serta merta malaikat pun sujud menunaikan perintah Penciptanya. Namun betapa mengejutkan! Satu makhluk yang berada di barisan belakang dengan mata merah menyala tegak berdiri. Tidak menuruti perintahNya. Dialah Iblis.

Godot yang sudah mempertimbangkan peristiwa yang akan terjadi setelah penciptaan ini selesai dengan bijak bertanya “Apa yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam wahai iblis?"

Iblis menjawab “Saya lebih baik daripadanya, Engkau sendiri yang ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah. Apakah aku akan sujud kepada makhluk hina yang Engkau ciptakan dari tanah ini?"

Godot mengepalkan tangan dan menghentakkan pada kursi duduknya, Arsy bergetar dan terguncang. Inilah pertama kalinya Arsy bergetar sedemikian kencang. Malaikat yang bersujud semakin urung untuk bangkit. Mereka terus menerus mengucapkan asma-asmaNya.

Mata iblis nyalang, selama beberapa saat iblis dan Godot beradu mata. Mata iblis yang merah semakin menyala. Godot yang semula berperawakan raja agung nan bijaksana berubah menjadi raja kejam sadis dan seorang hakim yang tegas.

“pembangkang!!” sabda Godot ini terdengar melengking menyeramkan ke seluruh pelosok Arsy Kerajaan Awan. Murka sudah Godot melihat pembangkangan iblis ini.

"Turunlah kamu dari surga! Karena kamu tak sepatutnya menyombongkan diri di sini. Surga bukanlah tempat makhluk sombong sepertimu. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk hina, terlaknat lagi terkutuk!"

Iblis yang masih bertahan dengan pendiriannya, mengajukan banding “baiklah kalau begitu beri tangguhlah saya sampai waktu dibangkitkan".

Amarah Godot dipaksa mereda dengan permintaan yang aneh dari makhluknya ini “apa yang hendak kamu perbuat?”

Iblis berkata "Tuanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, hina, terkutuk dan tak pantas berada di Surga. Maka akan kubuktikan bahwa makhluk baru yang Tuanku ciptakan” sembari menunjuk kepada makhluk baru itu “tak lebih mulia dari diriku”.

Iblis melanjutkan “terangkanlah kepadaku, Tuanku. Inikah makhluk yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya benar-benar akan aku sesatkan keturunannya!"

Godot bersabda “baiklah, sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang diberi tangguh, kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari pembalasan. Keluarlah kamu dari surga sekarang juga!”

Iblis melesat terbang. Itulah pertemuan terakhir antara dirinya dengan Godot.

Lakon Dua

Langit menggelar lanskap hitam kekuning-kuningan, suasana menjadi semakin gelap dan pekat. Simfoni sepi malam seakan lengkap merajut kesendirian iblis. Sudah beberapa hari ini iblis selalu di suguhi kelibatan sketsa masa lalu, entah itu yang disengaja tatkala ia sendiri—kemudian mengingat-ngingat dan merindukan masa tinggal di surga—atau cuplikan yang dengan tiba-tiba nyelonong begitu saja seperti barusan.

Apa ini pertanda, pikirnya. Bahwa waktuku sudah mulai habis?

Kepala yang sedari tertunduk, mendongak keatas. Semburat cahaya putih muncul di langit membelah awan hitam. Sesosok makhluk bersayap dengan cerlang cahaya putih tak terkira nampak. Setelah mengenali apa yang dilihatnya, pandangan iblis lurus kedepan.

“ada keperluan apa kau kesini Jibril?” iblis menyapa tamu barunya itu yang kemudian mengambil tempat duduk di sebelah kanannya. Jelas sekali perbedaan antara kedua makhluk ini. Yang ditanya tak menjawab, malah kemudian berkata,
“… matamu mengeluarkan air mata, sudah lama aku tak melihat air mata ini”

“bagaimana keadaan di surga?” tanya Iblis selanjutnya. Kedua makhluk ini kemudian terlelap dalam percakapan, seperti reuni teman lama.

Lakon Tiga

Di Arsy, Godot yang kesibukan penciptaannya telah disudahi sering menghabiskan waktunya hanya duduk-duduk dan menyaksikan hasil kreasinya. Melamun. Terkadang menerawang apa yang dilakukan anak cucuk adam.

“tuanku…” Jibril memecah kesunyian.
“ada apa,”
“beberapa saat ke belakang hamba ziarah ke bumi, maaf kan atas kelancangan yang hamba tidak memberi tuanku terlebih dahulu, tapi …”

Godot mengetahui bukan itu inti dari percakapannya kemudian berkata “…teruskan jibril, apa sebenarnya yang hendak kau katakan?”
“hamba bertemu dengan iblis… “
“ah… bagaimana keadaannya,”
“entahlah… tetapi hamba melihat perbedaan dalam matanya”
“apa maksudmu?”
“saat hamba bertemu dengannya, dia seolah mengendap penyesalan yang sangat sungguh dan kesendirian yang sangat penuh… dia, ” Jibril tak melanjutkan bicaranya. Seolah-olah ada keraguan, Godot menatap mata Jibril dengan tajam.
“dia menitikkan air mata.., baginda” mendengar perkataan Jibril ini Godot terdiam.

Beberapa saat kemudian Dia bersabda ;

“perintahkan Israil untuk meniup terompetnya.”

Pandanwangi, di penghujung masa.

1 komentar:

  1. hmmm...bengal sekali cerpen ini...cing kumcerna kintun versi wordna. ka abdi hehehe

    BalasHapus