“Penderitaan adalah Syarat Pembebasan Jiwa”





“Dostoyevsky was the only psychologist from whom I had anything to learn” (Nietzsche)

Karya sastra merupakan salah satu potret kehidupan yang tertuang lewat aksara namun keabadiannya tidak ditentukan oleh sang aksara itu sendiri melainkan oleh sang sastrawan sebagai seniman yang memahat aksara. Karya-karya sastra ibarat peluru yang melesat dengan kecepatan cahaya dan menjelajah ruang waktu kesadaran estetis sampai eksistensialis yang degupnya sungguh sangat jauh.



Pelbagai macam cara sastrawan menciptakan pilar-pilar aksaranya itu, ada yang bernuansa tragik, heroik, romantik, satir, melodramatik, humoris atau bahkan ada yang terkesan “biasa-biasa saja”. Diatas semuanya itu, pada dasarnya semua sastrawan memiliki ambisi serupa yakni menjasadkan rasa lewat tubuh aksara dalam lintasan waktu yang beku.

Di tengah belukar aksara itu Dostoyevsky, dengan karya-karyanya, hadir sebagai seseorang yang berusaha menyelam, menjelajah, menggeledah—atau bahkan melenyap dalam—relung-relung terdalam kedirian jiwa manusia. Maka tak terlalu berlebihan kalau Nietzsche memberikan komentar …was the only psychologist from whom I had anything to learn.

Fyodor Mikhailovich Dostoyevsky salah seorang sastrawan Rusia terbesar karya-karyanya seringkali menampilkan tokoh-tokoh dalam keadaan yang putus asa dan pikiran yang sangat ekstrem, sehingga memperlihatkan pemahaman yang luar biasa tentang psikologi manusia serta analisis yang mendalam mengenai keadaan politik, sosial, dan spiritual di Rusia pada masanya. Kadang-kadang ia disebut sebagai pendiri eksistensialisme, terutama dalam Catatan-catatan dari Bawah Tanah (1864).

Dostoyevsky lahir di Moskow tanggal 30 Oktober 1821, anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan Mikhail dan Maria Dostoyevsky. Setelah ibunya meninggal karena tuberkulosis pada tahun 1837, ia dan saudaranya Mikhail dikirim ke Akademi Teknik Militer di St Petersburg.

Setelah meninggalkan Akademi Teknik Militer St. Petersburg, Dostoyevsky mulai menulis novel. Pada tahun 1846 karyanya yang pertama sebuah novel pendek dalam bentuk surat berjudul Orang-orang Miskin mendapatkan sambutan hangat. Sukses ini dilanjutkan dengan menulis cerpen-cerpen dan dua novel pendek; Si Kembar (1846) dan Tuan Tanah Wanita (1847) yang kedua-duanya bercerita tentang studi psikologi split personality (Jakob Sumardjo, 2001; xviii).

Pada tahun 1849 Dostoyevsky ditangkap dan ditahan karena terlibat dalam kegiatan revolusioner melawan Tsar Nikolai I. Setelah mendapat vonis hukuman mati tiba-tiba datang utusan Tsar yang mengumumkan perubahan hukuman menjadi beberapa tahun dikirim ke pembuangan untuk bekerja paksa di sebuah kamp penjara Katorga di Omsk, Siberia.

Pengalaman kerja paksa di Siberia selama empat tahun dan lima tahun bekerja sebagai tentara ternyata merupakan “sekolah” sastrawan bagi Dostoyevsky. Dengan pengalamannya ini—bergaul di tempat pembuangan bersama dengan para bajingan, pembunuh dan kaum kriminal yang kasar—karakter Dostoyevsky yang gampang naik darah, selalu gemar cekcok berubah menjadi manusia penyabar, penuh pengertian, siap menerima nasib apa pun dan tidak pernah menaruh dendam kepada siapapun. Sifat-sifat ini kemudian menjadi dasar semua novelnya, yakni penderitaan sebagai syarat pembebasan jiwa.(Jakob Sumardjo, 2001; xxi)

Pada tahun 1854 ia dibebaskan dari penjara dan diwajibkan melayani di Resimen Siberia dan menghabiskan lima tahun berikutnya sebagai seorang kopral di dalam Barisan Batalyon Resimen ke-7 yang ditempatkan di benteng Semipalatinsk di Kazakhstan.

Pada tahun 1860 ia kembali ke St. Petersburg, di sana ia menulis sejumlah jurnal sastra. Dari segi keuangan ia menjadi lumpuh karena utang bisnisnya dan keharusan membiayai janda kakaknya serta anak-anaknya. Dostoyevsky tenggelam dalam suatu depresi yang mendalam, seringkali mengunjungi tempat judi dan terus-menerus kalah.

Novel Kejahatan dan Hukuman (1866) yang diselesaikannya dengan sangat tergesa-gesa karena Dostoyevsky sangat membutuhkan uang muka dari penerbitnya. Ia praktis tidak punya uang sepeserpun setelah habis-habisan berjudi. Pada saat yang sama Dostoyevsky menulis Si Penjudi untuk memenuhi suatu perjanjian dengan penerbitnya. Jika tidak penerbit akan mengklaim semua hak cipta atas semua tulisannya.

Dostoyevsky kemudian melakukan kunjungan ke Eropa Barat. Di sana, ia berusaha menjalin kembali hubungan cintanya yang lama dengan Apollinaria Suslova, seorang mahasiswi muda, namun Suslova menolak lamarannya. Dostoyevsky patah hati tapi tak lama kemudian ia bertemu dengan Anna Grigorevna—seorang penulis steno berusia 20 tahun—dan pada tahun 1867 ia menikahinya.

Setelah menikahi Anna, yang dapat memahami bakat besar suaminya dan tulus merawatnya, berakhirlah masa gelap hidup Dostoyevsky. Dari tahun 1873 hingga 1881 ia membalas kegagalan-kegagalan sebelumnya dengan menerbitkan sebuah jurnal bulanan penuh dengan cerita pendek, sketsa, dan artikel tentang peristiwa hangat. Karya terakhirnya adalah Karamazov Bersudara (1880) yang diterbitkan setahun sebelum ia meninggal dunia.

Dalam tahun-tahun terakhirnya, Fyodor Dostoyevsky tinggal lama di resor Staraya Russa yang lebih dekat ke St Petersburg. Pada tahun 1881 ia meninggal karena pendarahan paru-paru yang disebabkan oleh serangan epilepsi. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Tikhvin di Biara Alexander Nevsky, St. Petersburg, Rusia.

(penulis adalah Alumni Studiklub Teater Bandung (STB) Angkatan XVII, penggemar novel)

0 komentar:

Posting Komentar