Prolog


Maaf mengganggu, tuan. Setelah tuan membaca Surat ke 1 sampai 4 Kh Drs Godot Bennington dan satu balasan dari Raden Drs Maman Gorky. Kiranya, inilah saat yang tepat untuk saya muncul, ambil bagian dalam cerita ini.

Perkenalkan nama saya Hermann. Lengkapnya Hermann Jibrail. Apakah nama ini mengingatkan anda pada sesuatu atau seseorang?...

Hermes, Hesse, Jibril, Mikail, Izroil?... Hmmm.. tentu saja bukan, saya manusia biasa.

Saya bukan manusia absurd seperti yang ada dalam pikiran tuan sekarang ini. Susunan aksara yang tuan baca di layar kaca ini memang abstrak, berantak, tidak jelas dimana rimbanya, apa pula sebab musababnya alfabeta ini ada. Tapi saya tidak.



Visualisasi yang tuan lihat di layar kaca ini memang sebuah pantulan yang sering kita namakan dunia maya tetapi saya tidak. Saya nyata. Saya hidup di suatu tempat. Di sana. Dan tuan tidak perlu tahu, dimana persisnya.

Tapi…,

Tuan bisa saja menemukan jejak saya dengan meminta nomer hape, misalnya. Tuan menelepon, mendengarkan suara asli, janjian bertemu. Akhirnya kita bersua, saling bertatap muka. Tetapi sayang, itu tidak ada guna manfaatnya, bukan. Buat apa? Itu memerlukan masa dan biaya. Sedang tuan memiliki kehidupan sendiri, begitupun juga dengan saya.

Maka?... Biarlah kehidupan ini berjalan seperti biasa. Apa adanya. Dan kita tenggelam dalam rutinitas, yang itu-itu saja. Sekalipun terasa dangkal dan banal, tapi tak apa. Hidup itu memang seperti ini, tuan. Tidak perlu mengelak, apalagi mendesak sesuatu yang hebat, besar dan meledak! Riwayat Nabi sudah tamat sampai Muhammad. Maka jangan harap akan ada lagi mukjizat. Itu yang saya yakini. Tapi jika tuan meyakini lain, itu tak jadi perkara. Silahkan saja.

Tuan, kita tidak berkepentingan satu sama lain, jadinya tidak ada suatu alasan apapun yang memestikan kita terikat. Andaikata salah satu diantara kita ada yang tertabrak mobil, terjerat hutang, di pecat dari pekerjaan, terpeleset di kamar mandi kemudian mati. Satu sama lain tidak akan saling mengetahui. Sebab, tuan tahu sendiri. Ini adalah dunia maya. Dunia yang tidak akan kentara sebuah konsekuensi dari sebuah peristiwa yang terjadi. Sebuah dunia fiksi yang dipersepsi ‘nyata’.

Iya tuan, aksara ini juga memang ‘nyata’, tapi tuan tidak bisa memastikan apakah ini ditulis oleh seorang manusia, malaikat, Tuhan, setan, Iblis atau mungkin tidak pernah di tulis. Karena kini, tuan sendiri tahu, aku sedang berbicara dengan anda, bukan sedang menulis.

Namun, satu yang pasti dan tidak bisa dihindari, kita bakalan bertemu ketika tuan masuk ke sebuah dunia, yang orang-orang sebut, ‘maya’. Sebuah jejaring yang di susun dari teorema, teman saya bilang, algoritma dengan kodifikasi H&G. Hmmm. Kedengarannya rumit sekali ya tuan?


***


Tuan, saya juga seperti anda, saya bukan sebuah gagasan. Saya memiliki tubuh, jiwa, jasad dan badan. Seperti mereka semua. Memiliki akal pikiran, kemauan dan kemaluan.

Ups!.. Maaf, kiranya cukup mengenai saya. Saya lupa tugas utama saya di cerita ini.

Di dalam cerita ini, posisi saya sebagai penutur saja. Kali ini saya sedang meriwayatkan kisah dua orang manusia bernama Kh Drs Godot Bennington dan Raden Drs Maman Gorky.

Syahdan, cerita ini dimulai dari sebuah surat yang datang dari Kh Drs Godot Bennington kepada Raden Drs Maman Gorky. Untuk memudahkan, seterusnya saya hanya akan memanggil mereka berdua dengan sebutan Godot dan Maman saja.
Godot pertama kali yang melayangkan surat pada Maman. Namun Maman tak membalasnya. Godot kemudian mengirim surat sampai tiga kali. Baru pada surat ke tiga Maman membalasnya dengan surat ringkas dan sarkas. Godot lantas mengirim surat lagi.

Ketika Godot mengirimkan suratnya yang keempat pada Maman. Selang satu hari Godot menerima telepon dari Maman. Begini isi percakapan mereka;

(kring….. bunyi suara telepon. Setelah tiga kali berbunyi, Godot baru mengangkat telepon itu.)

Godot : “ya, dengan kediaman Godot Bennington” (datar)
Maman : ”sudah jangan mengirim surat lagi!” (membentak)

(telepon tertutup)

Godot : “hallo….hallo….Maman???!!” (cemas)


Godot tertegun di meja kerjanya. Tak sedetik pun bergeming.

Sesaat hening.

Godot tak lagi berani mengirim surat. Dalam sekejap mata, kesedihannya memuncak, kepiluannya seolah tak meninggalkan jejak. Batinnya berontak!

Kini Godot kehilangan alamat, tempat beristirahat. Hanya sekedar untuk merawat kesadarannya yang kian melarat.

Lamat lamat, tangannya berurai air mata, mulutnya terkatup berhenti bicara, jantung seolah tak berdegup, tak berirama, waktu berhenti, masa juga mati, siang malam seolah tiada beda di hadapan Godot yang mulai diam menabi di telan sunyi.

Di ruangan itu, di masa yang entah. Tangan Godot mulai berbicara sebuah kisah tentang keluh kesah jiwa barah. Kerangka aksara yang setadinya sebuah surat lambat laun menjelma jadi sebuah riwayat yang tak menyua ujung, menjadi sebuah manuskrip yang tak menyapa singgung, yang senantiasa bersambung.

Begitulah tuan, Godot terus menerus menulis di ruang kerjanya, tak ada seorang pun yang bisa mengganggu. Seolah gagu ketika di tanya selalu di jawab bisu. Sedang Maman, entah ada dimana, tiada seorang pun yang tahu.


_____________________________________________




Para Lakon dalam cerita ini;

Godot Bennington, seorang yang berwatak lembut. Jarang marah. Tenang. Berpikiran matang. Tapi plin-plan dalam memutuskan perkara. Suka merenung tapi tidak penyendiri. Godot menyukai keramaian, tetapi jikalau di beri pilihan antara keramaian dan kesendirian dia lebih memilih sendiri. Penuh toleransi. Tidak menyukai konflik, bahkan cenderung menghindari masalah. Relijius. Negosiatif.




Maman Gorky,
seorang yang berwatak sangar, emosional. Temperamental. Berpikiran rasional, cenderung egois dan individualis. Sangat menyukai hal-hal yang menantang. Terkesan tidak pikir panjang. Suka menggunakan kekerasan. Namun memiliki kesetiakawanan yang sangat tinggi. Berani mati untuk sebuah keyakinan. Kritis. Anarkis.

Related Posts:

  • Anang Dan Yanti Anang sedang berdiri di depan pintu rumahnya. Mematung. Menatap suasana yang kian kelam. Di depan pelupuk matanya ada bulan purnama menggantung. Waktu setempat menunjukkan jam dua belas malam. Saat yang sangat te… Read More
  • Pengin Nikah Menurutku, menikah adalah sebagian dari kesempurnaan hidup. Meskipun orang sudah memiliki harta kekayaan yang melimpah ruah tetapi tidak menikah maka hidupnya belum sempurna (apalagi berkah) Dengan menikah lelaki bisa m… Read More
  • Pipit Piedra Fathonah   Dan memang ada beberapa hal di dunia ini yang lebih baik kita biarkan saja sebagai misteri, sebagai sunyi, sebagai sepi, sebagai gelap yang tidak di terangi matari sama sekali hingga terlelap. Seperti  halny… Read More
  • Surat buat Piedra [8] "Aku tak tahu bagaimana dunia memandangku. Aku merasa seperti anak kecil yang sedang mengumpulkan kerang-kerang di pesisir pantai, sedang samudera kebenaran terhampar didepanku…" Kalimat itulah yang pertama kali Pi… Read More
  • Surat Ke 3 Dari Godot ke Maman Gorky Maman, malam tadi, entah apa yang ada dalam pikiranku, tanpa izin, aku masuk ke kamar yang sempat kau tempati dulu, selama tiga sampai empat tahun lebih, di sana kau mengasingkan diri. Ruangan itu sangat sepi. Rapat s… Read More