15 Maret 2006

ANGGAP SAJA…


Anggap saja ini prolog. Sebagai kata pembuka untuk sekian ribu kata yang akan di kunyah, dimamah atau hanya ditelan bulat-bulat dan kemudian dimuntahkan kembali. Kata yang akan datang selanjutnya mungkin beraneka ragam macam bentuk; ada yang segitiga, bulat, persegi panjang, prisma atau ada juga yang tidak puguh bentuknya; begitu pula rasanya ada yang pahit, manis, asam-asam 'dikit, asin atau bahkan tanpa rasa, saking banyaknya rasa yang bercampur; warnanya juga berbeda tidak tetap, tidak sama, ada yang hitam, putih, abu-abu, merah, jingga ada juga yang berwarna-warni, berpelangi. Tetapi kesemuanya itu jangan dianggap tidak konsisten karena warna, bentuk, dan rasa semuanya adalah selera, pepatah Jerman mengatakan bahwa selera tidak bisa diperdebatkan; ada yang membuat kita tercenung, tertonjok, tersabit, terkoyak bahkan geli dan gatal.


Sekali lagi, ANGGAPLAH semua itu adalah khazanah, cakrawala, lanskap keilmuan. Setiap orang mempunyai rambut berwarna hitam tetapi kenapa kata-kata yang dikeluarkannya berbeda, karena itulah manusia tiada yang sama, kembar siam sekalipun. Kalaupun memang benar, ada dua orang yang persis sama, betapa bodohnya Tuhan! tidak mempunyai kodrat referensi, menandakan perbendaharaan Tuhan itu sedikit sehingga menciptakan makhluk yang sama. Tuhan nggak kaya gitu…


Jari, kaki, mulut, hidung, bentuk rambut, hingga sidik jaripun berbeda. Coba bayangkan kalau ada dua orang yang sama, kasihan para polisi; bagaimana untuk mendeteksi aksi kriminalitas kalau ada dua orang yang SAMA. Dunia nggak rame! Malaikat juga ngomong kalau manusia itu menimbulkan kerusakan jadi ngapain dijadiin khalifah. Iyalah…kalau manusia itu membuat kerusakan, karena nggak kaya lu. Manusia tak bisa menjadi malaikat. Manusia tetaplah manusia. Manusia mempunyai akal, perasaan itulah yang membuat manusia sadar akan sesuatu di luar dirinya sehingga membuat kebudayaan timbullah peradaban. Itulah yang membuat manusia lebih 'sempurna' ketimbang makhluk yang lainya.


Akuilah! Manusia itu sebenarnya nggak ada yang BENER, jadi jangan suka main bener sendiri, lebih baik dialogkan 'kebenaranmu dengan kebenaranku'. Supaya kau tahu apa yang kumau (kata sebuah iklan). Bagaimana kalau kamu tahu bahwa kamu itu benar kalau belum melihat kebenaran yang lain. Memangnya dunia ini punya kamu! Yang lain cuma ngontrak, gitu? Hidup dalam kesendirian akan mendekatkan kita pada kehancuran. Salah satu maksud adanya tulisan ini adalah untuk 'memperkeruh' khazanah keilmuan, semoga kita bisa mendapatkan kebenaran dari ketersandungan-ketersandungan … bukan secara gratisan.


Fitrah manusia untuk berbeda, maka timbul 'kerusakan'. Tetapi jangan dideterminir bahwa nggak ada persamaan yang membuat hidup lebih harmonis, sebab manusia juga berkecenderungan kepada harmonitas [equilibrium]. Disisi lain dia itu berbeda dengan yang lain, di lian pihak dia itu sama dengan yang lian; suka kedamaian. Tetapi kedamaian 'kan tidak bisa timbul dari perbedaan? Siapa bilang? Manusia itu homo duplex.


Sampai dimana tadi…!?! Oh ya…! Nilai sebuah perbedaan bukanlah melulu negatif, jangan terlalu jengah dengan perbedaan. Ambil hikmah, manfaat dan pelajaran. Karena kita berbeda. Untuk menjembatani perbedaan itu ambil komunikasi sebagai solusinya, kalaupun tidak menimbulkan solusi. Kita yakini bahwa dalam solusi juga ada perbedaan. Kok, maunya orang lain itu samaaa…terus dengan kita, egois banget sih! Orang yang memilki peradaban akan menerima perbedaan bukan mencap.


Jadi kalau ada yang tersinggung, oleh rangkaian katakata yang tersusun dalam sebuah kalimat dan mempunyai maksud. Nikmatilah ketersinggungan itu. Kalaupun tidak? Please deh…!


Mujahidin, 15 Maret '06

0 komentar:

Posting Komentar